Kamis 07 Apr 2022 15:35 WIB

Kraca Banyumas, Olahan Sedap Keong Sawah yang Diburu di Bulan Puasa

Banyak yang datang dari luar kota penasaran untuk mencicipi kraca ini.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Sajian kuliner kraca khas Banyumas.
Foto: Idealisa Masyrafina
Sajian kuliner kraca khas Banyumas.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Aroma rempah-rempah yang khas menyambut para pembeli di sebuah warung di Jalan Kauman Lama, Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sore itu. Para pembeli dengan sabar menunggu penjual menyendokkan kraca ke dalam plastik bening berukuran sedang.

Kraca atau keong sawah yang dijual di warung ini merupakan kudapan khas Kabupaten Banyumas yang selalu diburu ketika ngabuburit selama masa Ramadhan. Terdapat penjual kraca yang cukup terkenal di Purwokerto.

Warung Bu Lani telah menjual kraca sejak 1995 di Jalan Kauman Lama. Meski banyak yang menjual kraca di tempat lain, bumbu rempah Bu Lani yang khas telah menarik pembeli untuk selalu mencicipi kudapan khas Banyumas tersebut di warung ini.

Menurut seorang pembeli bernama Endang (56 tahun), kraca menjadi menu wajib bagi keluarganya untuk berbuka puasa. "Saya udah langganan dari 2015. Selalu beli di sini setiap bulan puasa, karena rasanya enak, rempahnya terasa," ujar Endang.

Cara makan keong ini yakni dengan mengeluarkan dagingnya dari cangkang dengan menggunakan lidi, tusuk gigi atau garpu kecil. Umumnya penikmat kuliner ini juga menghisap cangkang untuk mengeluarkan daging keong.

Meski cara makannya cukup merepotkan, kelezatan kraca Bu Lani membuat penikmat kuliner ketagihan. Inilah sebabnya mengapa Warung Bu Lani terus menjual kraca.

Menurut pemilik warung tersebut, Khamlani (62 tahun), usaha ini dirintis oleh ibunya yang disapa Bu Lani, dan awalnya hanya dibuka selama Ramadhan. Kemudian permintaan akan kraca ini semakin meningkat ketika ada stasiun televisi yang meliput warung ini pada 2003 silam.

Banyak wisatawan dari luar Banyumas yang datang ke sana untuk berburu kraca, sehingga warung tersebut tidak hanya buka saat Ramadhan. "Karena banyak yang datang dari luar kota penasaran untuk mencicipi kraca, sejak 2003 hampir tiap hari kita jualan," kata Khamlani kepada Republika.co.id.

Keong hitam

Setiap hari, warung ini menjual sekitar 100 hingga 150 kg kraca yang selalu terjual habis. Permintaan akan kraca meningkat selama bulan Ramadhan, dari rata-rata terjual 100 kg menjadi 150 kg. Saking banyaknya yang memburu, biasanya kraca sudah habis terjual pada pukul 16.00.

Meski banyak yang ingin membeli, Warung Bu Lani hanya sanggup mengolah hingga 150 kg per harinya. Khamlani tidak takut mengungkapkan bumbu rempah apa yang menjadi citarasa khas kraca yang dijualnya.

Menurutnya, hampir semua bumbu dapur masuk ke dalam kudapan ini seperti kunyit, cabai, jahe, lengkuas, kemiri, daun salam, dan banyak lainnya. Kraca, sebagai bahan baku utamanya, merupakan keong hitam yang dipanen di sawah.

Keong ini berbeda dengan keong mas dan keong racun yang merupakan hama. Keong hitam ini didapat Khamlani dari Pekalongan, karena di wilayah Banyumas dan sekitarnya sudah tidak ada lagi keong hitam. Untuk memasak sebanyak lebih dari 100 kg kraca, kraca sudah dicuci bersih dan disiapkan sejak semalam.

Bagian belakang kraca mentah dilubangi agar kotorannya keluar selama dibersihkan dan bumbu lebih mudah meresap. Kemudian kraca dan bumbu rempah akan mulai diolah sejak pukul 05.00 WIB. Agar bumbu-bumbu rempah meresap dan tekstur dagingnya lunak, kraca akan direbus selama lima jam per kuali.

Di dapur sempit Khamlani, terdapat dua kuali untuk memasak kraca. Satu kuali dapat memasak hingga 35 kg kraca dalam sekali masak. Oleh karena itu ia bisa memasak kraca hingga tiga kali dalam sehari.

Kraca khas Banyumas ini kemudian dijual sejak siang dan akan habis sekitar pukul 16.00 WIB. Makanya banyak pelanggan yang sengaja memesan terlebih dahulu agar tidak kehabisan. Harganya pun terjangkau, satu porsi dijual Rp 15 ribu per kg, 1/4 kg dijual Rp 10 ribu, 1/2 kg dijual Rp 20 ribu, dan satu kg seharga Rp 40 ribu.

"Ini saya siapkan pesanan orang, kalau nggak dipisahkan nanti kehabisan," kata Khamlani saat membungkus lima plastik isi kraca pesanan pelanggan. Usaha kraca milik Khamlani ini juga terdampak selama pandemi, karena sepinya pembeli dari luar kota.

Padahal biasanya hingga H+10 Lebaran, kraca olahannya selalu diserbu pembeli dari luar kota. Ia berharap dengan membaiknya situasi pandemi saat ini, pembeli kraca akan kembali ramai hingga usai Lebaran. "Mudah-mudahan tahun ini akan ramai lagi," kata Khamlani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement