Sabtu 16 Apr 2022 19:00 WIB

Mahfud Terima Surat Aspirasi Majelis Rakyat Papua untuk Presiden

Dalam pertemuan itu Mahfud menerima Ketua MRP Timotius Murib.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Menko Polhukam Prof Mahfud MD.
Foto: Dok Kemenko Polhukam
Menko Polhukam Prof Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menerima kunjungan pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Amnesty Internasional Indonesia di kantor Kemenko Polhukam, Jumat (15/4/2022). Mahfud menyebut, dalam pertemuan itu MRP menyampaikan banyak hal, antara lain terkait persoalan penambangan baru di Wabu pascaperpanjangan kontrak Freeport.

Adapun dalam pertemuan ini hadir Ketua MRP Timotius Murib, Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait, Staf Khusus Ketua MRP Onias Wenda, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Mahfud mengatakan, pemerintah mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh MRP.

Baca Juga

"Saya menyampaikan bahwa penambangan baru dilakukan oleh BUMD dan BUMN dengan tetap memperhatikan hak-hak dan kesejahteraan masyarakat luas dan masyarakat adat. Hingga saat ini belum ada Ijin Usaha Pertambangan (IUP)," kata Mahfud seperti dikutip dari akun Instagram resminya @mohmahfudmd, Sabtu (16/4/2022).

Selain itu, sambung dia, dalam kesempatan tersebut, MRP juga menyerahkan surat aspirasi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Mahfud menerima surat itu dan akan menyampaikannya kepada Presiden.

Sementara itu, Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, ada sejumlah hal yang pihaknya sampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui pertemuan dengan Mahfud. Ia pun menjelaskan, isi surat yang diberikan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Timotius menuturkan, menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua, MRP mempunyai tugas dan wewenang untuk memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut perlindungan hak-hak Orang Asli Papua serta memfasiliitasi tindak lanjut penyelesaiannya.

Kemudian, lanjut Timotius, sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua, MRP memiliki peran terkait dengan pembentukan daerah otonomi baru, baik provinsi maupun kabupaten/kota. 

"Peran tersebut ditegaskan dalam ketentuan tersebut, yaitu bahwa pembentukan atau pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP dan setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang," jelas Timotius.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement