Ahad 17 Apr 2022 14:12 WIB

Teknologi Dorong Wakaf Lakukan Inovasi Berkelanjutan

Untuk memajukan wakaf, perlu ada akselerasi, usaha, dan tidak bisa bekerja sendiri.

Komisioner Badan Wakaf Indonesia  (BWI) Dr  Irfan Syauqi Beik memberikan keynote speech pada acara webinar “Peran Inovasi Teknologi Dalam Pengembangan Wakaf” yang diselenggarakan oleh STEI SEBI Depok, Ahad (17/4).
Foto: Dok STEI SEBI
Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr Irfan Syauqi Beik memberikan keynote speech pada acara webinar “Peran Inovasi Teknologi Dalam Pengembangan Wakaf” yang diselenggarakan oleh STEI SEBI Depok, Ahad (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wakaf merupakan suatu instrumen yang memiliki potensi luar biasa yang dalam realisasinya masih ditemukan kesenjangan antara potensi dan realisasi. Padahal, tren pengumpulan wakaf uang dalam 1 dekade terakhir menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifikan sebesar 235 persen.

Komisioner Badan Wakaf Indonesia  (BWI) Dr  Irfan Syauqi Beik dalam webinar  “Peran Inovasi Teknologi Dalam Pengembangan Wakaf” yang diselenggarakan oleh STEI SEBI Depok, Ahad (17/4) menyatakan, tren tersebut masih sangat jauh jika dibandingkan dengan potensinya. 

“Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah Inovasi Berkelanjutan yang didasarkan pada 3 hal yaitu, fundraising, sistem dan layanan, serta kebijakan yang disatukan dalam backbone teknologi,” kata Dr Irfan seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dalam hal teknologi, Irfan menjelaskan, Badan Wakaf Indonesia (BWI) sudah mengembangkan platform collection berupa berkahwakaf.id yang pada tahun ini akan didrorong untuk menjadi aggregator channel untuk membangun sistem wakaf yang terintegrasi.

“Selain itu, inisiasi pembentukan e-reporting pun turut dilakukan untuk mendapatkan data yang valid dan kredibel serta e-accounting sebagai sarana transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.

Sementara itu, dalam hal kebijakan, Dr Irfan  menyatakan bahwa pengembangannya sudah mencapai Indeks Wakaf Nasional. Di mana, dari sana dapat diketahui posisi pengelolaan per hari, apa saja kelemahannya, dan apa saja hal yang harus diperbaiki. “Hal ini kemudian menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki alat ukur kinerja wakaf,” ungkapnya.

Irfan mengemukakan, sebagai negara dengan jumlah nadzir paling banyak di dunia yang didominasi oleh nadzir individu, menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi Indonesia untuk melakukan transformasi perubahan dari nadzir individu menjadi lembaga.

“Saya kira wakaf perlu terus kita bangkitkan dan literasi kita masih sangat rendah.  Perlu ada akselerasi, usaha, dan yang pasti kita tidak bisa bekerja sendiri. Saya optimis bahwa kita akan muncul sebagai pusat wakaf yang baru,” ucap Dr  Irfan Syauqi Beik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement