Hukum Buka Warung Makanan Terang-terangan di Siang Hari Ramadhan

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah

Rabu 20 Apr 2022 15:41 WIB

Warung Makan Menggunakan Tirai saat Ramadhan. Suasana warung makan saat bulan Ramadhan di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Ilustrasi. Hukum Buka Warung Makanan di Siang Hari Ramadhan Foto: Republika/Fakhri Hermansyah Warung Makan Menggunakan Tirai saat Ramadhan. Suasana warung makan saat bulan Ramadhan di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Ilustrasi. Hukum Buka Warung Makanan di Siang Hari Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat umat Islam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, banyak warung makanan yang tutup. Jika pun buka, biasanya ditutup dengan kain untuk menghormati orang yang berpuasa.

Namun, bagaimana hukumnya jika umat Islam membuka warung secara terang-terangan di siang hari Ramadhan? Pakar Tafsir Indonesia M Quraish Shihab menjelaskan penghormatan terhadap syiar Islam adalah tanda-tanda orang bertaqwa.

Baca Juga

Salah satu di antaranya adalah tidak makan saat orang-orang sekelilingnya sedang berpuasa, walaupun yang bersangkutan tidak wajib puasa. “Siapa yang membuka warung makannya di bulan puasa dan dilakukan secara terang-terangan, maka secara lahiriah ia bagaikan tidak peka dengan kehormatan bulan Ramadhan,” kata M Quraish dikutip dari bukunya yang berjudul M Quraish Shihab Menjawab terbitan Lentera Hati.

Di sisi lain, membuka rumah makan di siang hari dapat mengundang orang-orang yang lemah iman tidak berpuasa. Ini dapat berarti pemilik restoran membantu terjadinya kerumunan.

“Seperti diketahui siapa yang membantu dalam amal baik, maka dia memperoleh ganjaran sebagaimana ganjaran orang yang dibantunya, demikian pula sebaliknya,” jelas M Quraish.

Memang, menurut dia, membuka restoran atau kedai makanan untuk tujuan memudahkan orang berpuasa memperoleh bahan makanan untuk digunakan berbuka atau sahur atau menjual makanan untuk anak kecil dan orang sakit, atau kepada siapa pun yang tidak wajib berpuasa dapat saja dibenarkan.

Namun demikian, itu pun hendaknya jangan bersifat sangat terbuka. “Dari sini kita dapat berkata bahwa yang menentukan berkurang tidaknya nilai puasa atau berdosa atau tidaknya yang bersangkutan, bergantung pada niatnya dan ini hanya Allah yang Maha Mengetahui,” kata M Quraish.