Jumat 29 Apr 2022 12:26 WIB

Warga Asing Mulai Tinggalkan Shanghai

Jumlah orang asing di China telah berkurang setengahnya sejak pandemi dimulai.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Anggota manajemen kompleks mengirimkan makanan kepada orang-orang yang dikarantina di tengah penguncian penuh kota di Shanghai, Cina, 27 April 2022.
Foto: EPA-EFE/ALEX PLAVEVSKI
Anggota manajemen kompleks mengirimkan makanan kepada orang-orang yang dikarantina di tengah penguncian penuh kota di Shanghai, Cina, 27 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Sebagian besar penduduk asing atau ekspatriat mulai meninggalkan Shanghai, karena penguncian Covid-19 yang cukup berat. Hal ini merusak daya tarik kota paling kosmopolitan di China daratan, dan mendorong orang lain untuk memikirkan kembali masa depan mereka di kota metropolitan tersebut.

"Jumlah orang asing di China telah berkurang setengahnya sejak pandemi dimulai dan dapat berkurang setengahnya lagi musim panas ini," kata Presiden Kamar Dagang Eropa, Joerg Wuttke.

Baca Juga

Sekolah internasional Inggris Wellington College International Shanghai mengirim surat kepada orang tua pada 15 April. Surat tersebut menyatakan bahwa beberapa guru di sekolah tersebut ingin kembali ke negara asal mereka. 

Beberapa keluarga sedang mempertimbangkan kembali masa depan mereka di Shanghai, dan memperpanjang batas waktu bagi orang tua untuk menarik anak-anak mereka dari sekolah. Namun Wellington College tidak menanggapi permintaan komentar.

Survei Kamar Dagang Amerika pada April menemukan, 44,3 persen responden mengatakan, mereka akan kehilangan staf ekspatriat jika pembatasan Covid-19 tetap berlaku hingga tahun depan. Pembatasan di Shanghai awalnya ditetapkan hanya untuk lima hari. Tetapi pembatasan diperpanjang hingga minggu keempat, dan tidak ada kejelasan kapan pembatasan tersebut dapat dicabut.

Beberapa ekspatriat yang telah meninggalkan Shanghai mengatakan, mereka harus menempuh upaya yang sulit untuk mencapai bandara. Mereka harus membayar taksi dengan harga tinggi yaitu mencapai 500 dolar AS. Padahal biasanya mereka hanya membayar taksi seharga 30 dolar AS.

Para ekspatriat juga harua berjuang melawan pekerja yang menghalangi kepergian mereka. Para ekspatriat juga terdampar di bandara setelah penerbangan mereka tiba-tiba dibatalkan. Salah satu ekspatriat yang enggan disebut namanya menggambarkan bagaimana dia dan putrinya yang berusia lima bulan tidur di lantai Bandara Pudong selama seminggu, dan kehabisan makanan. Dia terpaksa menginap di bandara karena memiliki masalah dengan dokumen bayinya, yang membuat dia tidak bisa naik pesawat.  Penguncian telah menutup kantor visa dan banyak perusahaan administrasi di Shanghai 

"Dengan apa yang saya hadapi, biarkan saya kembali ke negara saya dan melakukan sesuatu di sana," kata wanita warga negara asing tersebut.

Shanghai adalah basis bagi sebaian besar perusahaan multinasional dan telah lama menjadi magnet bagi ekspatriat. Shanghai secara resmi menjadi rumah bagi 164 ribu penduduk asing tahun lalu. Jumlah tersebut menurun dibandingkan pada 2018, dengan 215 ribu pemegang visa kerja.

Seorang warga asing Jennifer Li berencana meninggalkan Shanghai. Dia telah sebelas tahun tinggal di kota tersebut. Li menggambarkan bagaimana dia dan keluarganya mengalami kesulitan mendapatkan makanan, dan ketakutan akan dipisahkan dari anggota keluarga jika terinfeksi Covid-19.

"Penanganan Covid-19 membuat kita sadar betapa nyawa manusia dan kesehatan mental manusia tidak penting bagi pemerintah ini,” ujar Li. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement