Ramadhan Momentum Kebangkitan

Red: Agung Sasongko

Sabtu 30 Apr 2022 09:08 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto: dok. Republika Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak lama lagi, kita akan kembali berpisah dengan Ramadhan. Momentum kemenangan--bagi yang benar-benar menang--pada Idul Fitri 1443 Hijriyah sudah di depan mata.

Tidak terasa, sudah tiga puluh hari kita khusyuk dalam bacaan Alquran, rukuk, sujud, hingga beriktikaf pada sepuluh hari terakhir. Tinggallah kita bermohon kepada Allah dengan sifat-Nya yang Rahman dan Rahim menerima semua amal-amal kita.

Baca Juga

Ramadhan ini merupakan momentum kebangkitan. Setelah dua tahun sebelumnya kita menjalani hambarnya puasa tanpa shalat berjamaah, buka Bersama, dan mudik Lebaran, Ra madhan tahun ini sungguh berbeda. Kita patut bersyukur karena meredanya pandemi bisa menormalisasi kehidupan kita sebelum adanya Covid-19.

Manisnya pesantren Ramadhan pun bisa kita lalui dengan kekhusyukan. Selama tiga puluh hari itu, Alquran dipelajari, dihafalkan, dan dikhatamkan. Masjid sesak dengan jamaah Tarawih. Meski ekonomi belum pulih, masyarakat berlomba-lomba berbagi sedekah.

Momentum Ramadhan paling mengesankan ada pada sepuluh hari terakhir. Pada hari itu, Lailatul Qadar menjadi grand prizebagi para pemburunya. Sebuah ganjaran yang secara definitif dijelaskan dengan kalimat kualitatif yang berpadu dengan kuantitatif. Dalam Alquran, Lailatul Qadar dikatakan merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Mengutip al-Wahdi, Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Tafsir Juz'Amma menjelaskan, al- Qadrdalam bahasa bermakna ukuran, yaitu menjadikan sesuatu sama dengan lainnya tanpa ada tambahan dan tanpa ada kekurangan. Dinamakan demikian, karena malam itu adalah malam keagungan dan kemuliaan. Malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Disebut mulia karena di dalamnya turun kitab yang mulia (Alquran), melalui lisan malaikat yang memiliki kemuliaan kepada umat yang mulia. Pengagungan terhadap malam ini, baik ukurannya maupun nilainya, ada di sisi Allah.

Diksi yang digunakan Allah untuk mendeskripsikan malam ini, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan. `Sedikitnya' amal ibadah akibat pendeknya usia umat Nabi Muhammad ketimbang umat-umat lain sebelumnya bisa terkejar karena Lailatul Qadar. Dalam tempo semalam, kita bisa meraih lebih banyak ketimbang umat-umat terdahulu.

Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling dekat dengan Allah dan paling mulia di antara makhluk, bahkan menghabiskan dua puluh hari untuk beriktikaf pada tahun beliau SAW wafat. Tahun-tahun sebelumnya, Rasulullah mencukupkan iktikaf dengan sepuluh hari.Rasulullah bahkan mengencangkan ikat sarung nya dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.