Anjuran Silaturahim Saat Syawal

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko

Selasa 03 May 2022 18:00 WIB

 Idul Fitri. Ilustrasi Foto: Republika/Prayogi Idul Fitri. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Ramadhan telah meninggalkan umat Islam. Memasuki bulan Syawal, umat Islam berbondong-bondong melakukan silaturrahim dengan sanak saudara dan kolega. Sebetulnya, seperti apa lebaran atau Syawal di masa Nabi?

Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan, lebaran di masa Rasulullah SAW kerap diisi dengan kebahagiaan dan juga momen untuk mempererat silaturrahim. Rasulullah SAW, kata dia, melakukan silaturrahim dengan saudara-saudaranya apabila hari raya Idul Fitri tiba.

Baca Juga

Dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukhari disebutkan sejumlah keutamaan menyambung tali silaturrahim. Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai sebuah perbuatan yang dapat membuat seseorang masuk surga.

Rasulullah pun menjawab, “Ta’budullaha laa tusyriku bihi syaian wa tuqimusshalata wa tu’ti az-zakata wa tashilu ar-rahima,”. Yang artinya, “Sembahlah Allah, jangan kamu sekutukan Allah dengan sesuatu, dirikanlah shalat, dan sambung silaturrahim,”.

Mempererat tali silaturrahim memang merupakan anjuran yang begitu ditekankan dalam Islam. Bahkan tak segan-segan, terdapat sanksi berat bagi orang yang dengan sengaja memutus tali silaturrahim.

Dalam sebuah hadis dari Jabir dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Laa yadkhulul-jannata qaathi’un,” (Ay qaati’u-rrahmi,”. Yang artinya, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturrahim,”.

Sehingga tak heran, momen Syawal menjadi ajang yang ditunggu-tunggu umat Islam untuk merekatkan kembali silaturrahim. Baik itu dengan sanak saudara, keluarga, maupun dengan lingkungan tempat tinggal dan kolega.

Terpopuler