Rabu 04 May 2022 07:51 WIB

Rusia Terus Gempur Ukraina Sebelum Sanksi Minyak Uni Eropa

Pasukan Rusia terus menggempur target-target di Ukraina Timur.

Rep: Lintar Satria/ Red: Bayu Hermawan
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api setelah serangan roket Rusia di Ukraina (ilustrasi)
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api setelah serangan roket Rusia di Ukraina (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ZAPORIZHZHIA -- Pasukan Rusia terus menggempur target-target di Ukraina timur. Mereka melepaskan tembakan ke pabrik baja yang menjadi benteng terakhir Ukraina di Kota Mariupol sementara Uni Eropa sedang menyiapkan sanksi minyak pada Moskow.

Di bawah naungan PBB dan Palang Merah sejumlah orang berhasil melakukan evakuasi dari Mariupol. Setelah meringkuk di pabrik baja Azovstal selama berminggu-minggu. Mereka tiba di Zaporizhzhia wilayah yang masih cukup aman dan dikuasai pemerintah Ukraina.

Baca Juga

Serangan Rusia terbaru ke wilayah Donetsk  menewaskan 21 orang dan melukai 21 lainnya. Dalam unggahannya di media sosial, Selasa (4/6/2022) Gubernur Pavlo Kyrylenko mengatakan angka itu termasuk 10 orang yang tewas di pabrik soda di kota Avdiivka.

Total warga sipil yang tewas dalam serangan ini tertinggi setelah serangan ke stasiun rel kereta di Kota Kramatorsk bulan lalu. Lebih dari 50 orang yang tewas dalam serangan itu.

Serangan dan tembakan Rusia juga semakin intensif di Luhansk. Gubernur Serhiy Haida mengatakan Popasna menjadi daerah yang paling terdampak hingga mustahil menggelar evakuasi dari sana.

"Tidak ada kota yang aman di wilayah Luhansk," katanya di Telegram.

Rusia menggempur Ukraina selatan dan timur setelah gagal menduduki ibukota Kiev. Mereka hendak menguasai wilayah timur Donbas dan membatasi akses Ukraina ke Laut Hitam yang sangat penting untuk ekspor baja dan gandumnya.

Rusia yang sudah didera berbagai sanksi Barat kini akan menghadapi sanksi baru dari Uni Eropa. Sanksi tersebut akan mengincar industri minyak dan perbankan. Sanksi terbaru itu diperkirakan akan didetailkan pada Rabu (4/5/2022) ini.

Belum ada tanda-tanda Moskow akan mundur dalam perang yang sudah berlangsung selama 10 pekan, menewaskan ribuan orang, menghancur kota-kota dan memaksa 5 juta warga Ukraina mengungsi ke luar negeri. Perekonomian Rusia yang sebesar 1,8 triliun dolar AS itu menuju kontraksi terbesar sejak Uni Soviet pecah pada tahun 1991.

"Reaksi militer Rusia saat ini marah dengan keberhasilan kami, skala penembakan hari ini menandakan Rusia tidak memiliki tujuan militer khusus," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidato rutinnya, Selasa (3/5/2022) kemarin.

Walikota Lviv Andriy Sadoviy mengatakan serangan udara pada Selasa malam merusak jaringan air dan listrik. Memutus listrik ke sejumlah distrik dan menyebabkan kerusakan serius pada propertinya.  

Di Twitter, kepala Kereta Ukraina Olesksandr Kamyshin mengatakan pasukan Rusia menyerang enam stasiun di Ukraina tengah dan Barat. Tidak ada pekerja kereta atau penumpang yang terluka.

Kota Mariupol yang sebelum perang dihuni 400 ribu orang mengalami pertempuran paling mematikan sejak invasi 24 Februari lalu. Kota pelabuhan itu dikepung dan menahan serangan rudal selama berminggu-minggu.

Dalam video yang diunggah di Telegram dari pabrik baja Komandan Resimen Azov Kapten Sviatoslav Palamar mengatakan Rusia menembaki pabrik dengan artileri laras panjang dan angkatan laut sepanjang malam dan menjatuhkan bom dari pesawat. Laporan ini belum dapat diverifikasi secara independen.

Walaupun sudah ada gencatan senjata yang ditengahi PBB sejumlah warga sipil masih terjebak di pabrik tersebut. Walikota Mariupol Vadym Boichenko mengatakan terdapat 200 warga sipil di pabrik itu dan masih ada 100 ribu orang di kota itu.

Para warga yang melakukan evakuasi termasuk anak-anak dan orang lanjut usia berlari masuk ke dalam bus-bus. Setelah berhasil keluar dari puing-puing rumah mereka di kota sebelah tenggara Ukraina itu.

"Kami harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan kami, kami pikir tidak ada yang tahu kami di sana," kata  Valentina Sytnykova yang berusia 70 tahun yang berlindung di pabrik baja selama dua bulan bersama putra dan cucunya yang berusia 10 tahun. 

sumber : Reuters 
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement