Ahad 08 May 2022 21:09 WIB

Ethis: Pajak tak Surutkan Minat Masyarakat Investasi di Fintech

Perusahaan fintech jadi ditantang tetap menarik bagi masyarakat.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
CEO Ethis Ronald Wijaya. Minat masyarakat pada fintech syariah masih terus meningkat.
Foto: Lida Puspaningtyas/Republika
CEO Ethis Ronald Wijaya. Minat masyarakat pada fintech syariah masih terus meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minat masyarakat pada fintech syariah masih terus meningkat. Hanya saja, ada sejumlah hal yang masih jadi tantangan bagi masyarakat yang berinvestasi di fintech.

CEO dan Co-Founder Ethis, Ronald Wijaya, menjelaskan, baru-baru ini, pemerintah menerapkan pajak pada fintech atas imbal hasil yang diperoleh dari investasi di fintech. Hal tersebut menurutnya jadi tantangan.

Baca Juga

Meski demikian, ia meyakini penerapan pajak tidak signifikan menurunkan minat investasi pada fintech. Ini juga jadi tantangan bagi perusahaan fintech syariah untuk berinovasi agar tetap menarik bagi masyarakat.

"Tentunya ini perlu penyesuaian oleh fintech. Kami harus pintar-pintar untuk berinovasi sehingga nanti bisa tetap menarik," kata Ronald kepada Republika.

 

Perusahaan fintech pun menunjukkan kepatuhan atas kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, sejumlah perusahaan fintech syariah telah melakukan penyesuaian, termasuk juga pada Ethis.

Pemerintah resmi mengeluarkan aturan pemberlakuan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) terhadap penyelenggara teknologi finansial atau fintech melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan berlaku efektif mulai 1 Mei 2022.

Dalam PMK 69/2022 disebutkan, pelaku dalam layanan pinjam meminjam atau peer to peer lending atau pinjaman online meliputi pemberi pinjaman, penerima pinjaman, dan penyelenggara layanan pinjam meminjam. Penghasilan bunga merupakan penghasilan yang wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pemberi pinjaman.

Lebih lanjut, bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman dikenakan pemotongan. Pertama, PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto atas bunga. Ini dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Kedua, PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, ditetapkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20 persen dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Selain itu, fintech juga wajib menyetorkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas negara. Tak hanya itu, fintech wajib melaporkan pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dalam surat pemberitahuan masa PPh.

Sedangkan PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggara fintech oleh pengusaha. Adapun penyelenggara fintech yang dimaksud yaitu paling sedikit berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

Dalam PMK 69/2022 disebutkan bahwa penyelenggaraan penghimpunan modal atau crowdfunding merupakan Jasa Kena Pajak. Penyelenggara penghimpunan modal yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement