Jumat 13 May 2022 05:46 WIB

Israel Tembak Wartawan adalah Kejahatan Perang

jurnalis Aljazirah, Shireen Abu Akleh, gugur ditembak oleh pasukan Israel.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
 Dalam foto tak bertanggal yang disediakan oleh Jaringan Media Al Jazeera ini, Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis untuk jaringan Al Jazeera, berdiri di samping kamera TV di area tempat kuil Dome of the Rock di Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem berada. terlihat di kiri di latar belakang. Abu Akleh, seorang reporter wanita Palestina terkenal untuk saluran berbahasa Arab, ditembak dan dibunuh saat meliput serangan Israel di kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki Rabu pagi, 11 Mei 2022.
Foto: Jaringan Media Al Jazeera via AP
Dalam foto tak bertanggal yang disediakan oleh Jaringan Media Al Jazeera ini, Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis untuk jaringan Al Jazeera, berdiri di samping kamera TV di area tempat kuil Dome of the Rock di Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem berada. terlihat di kiri di latar belakang. Abu Akleh, seorang reporter wanita Palestina terkenal untuk saluran berbahasa Arab, ditembak dan dibunuh saat meliput serangan Israel di kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki Rabu pagi, 11 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengutuk keras penembakan oleh pasukan Israel kepada wartawan Aljazirah, Shireen Abu Akleh saat meliput serangan di kamp pengungsian Jenin, Tepi Barat. Ia menjelaskan, jurnalis atau wartawan yang berada di situasi konflik bersenjata harus mendapatkan perlindungan dari kedua belah pihak yang bertikai, menurut ketentuan hukum humaniter internasional.

Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 Ayat A sub 4 Konvensi IV Jenewa 1949 dan Pasal 79 Protokol Tambahan I 1977. Di mana wartawan merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi dalam sengketa bersenjata dan selayaknya diperlakukan sebagai warga sipil.

Baca Juga

"Saya berpendapat, penembakan terhadap wartawan Shireen Abu Akleh oleh pasukan Israel termasuk dalam pelanggaran berat menurut Konvensi Jenewa 1949. Konvensi Jenewa tentang Hukum humaniter internasional mengatur tentang perlindungan terhadap wartawan baik sebagai warga sipil maupun sebagai wartawan," ujar Meutya lewat keterangan tertulisnya, Kamis (12/5/2022).

Dengan aturan tersebut, ia berpandangan tindakan penembakan brutal terhadap Shireen Abu Akleh yang dilakukan oleh pasukan Israel merupakan sebuah pelanggaran berat. Masuk ke dalam kategori kejahatan perang, karena telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949.

"Saya menyerukan kepada seluruh pemerintah, parlemen, dan komunitas internasional menuntut Israel agar bertanggung jawab atas pembunuhan Shireen Abu Akleh. Tuntutan kepada Israel ini untuk mengingatkan pada semua pihak bahwa jurnalis yang meliput situasi konflik harus dipastikan keamanan dan perlindungannya setiap saat," ujar Meutya.

Ia juga menuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat. Termasuk komandan yang bertanggung jawab dalam pembunuhan, di mana udah saatnya para pelaku kejahatan perang ini diadili dan dimintai pertanggungjawaban pidana internasional.

"Sebagai mitra Komisi I DPR RI, saya meminta pada Kemlu untuk menggalang kerja sama internasional untuk penyelidikan segera dan menyeluruh dan bagi mereka yang bertanggung jawab untuk dimintai pertanggungjawaban," ujar Meutya yang juga merupakan mantan wartawan itu.

Seorang jurnalis Aljazirah, Shireen Abu Akleh, gugur ditembak oleh pasukan Israel ketika meliput serangan di Kota Jenin, wilayah pendudukan Tepi Barat. Abu Akleh sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tidak tertolong karena sudah dalam kondisi kritis.

Abu Akleh mengenakan rompi pers ketika ditembak pasukan Israel. Seorang jurnalis Palestina yang berada di dekat Abu Akleh, Shatha Hanaysha, mengatakan, tidak ada konfrontasi antara pejuang Palestina dan tentara Israel sebagaimana yang diklaim pihak Israel.

Hanaysha mengatakan, kelompok jurnalis telah menjadi sasaran serangan Israel. "Kami empat wartawan, kami semua memakai rompi, semua memakai helm. Tentara pendudukan (Israel) tidak berhenti menembak bahkan setelah dia pingsan. Saya bahkan tidak bisa mengulurkan tangan untuk menariknya karena tembakan. Tentara berkeras menembak untuk membunuh," ujar Hanaysha, kepada Aljazirah, Rabu (11/5/2022).

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement