Sabtu 14 May 2022 23:14 WIB

Rektor IPB: Harus Ada Langkah Strategis untuk Atasi Bencana Hidrometeorologis

IPB University  telah menerapkan teknologi 4.0 untuk membantu para petani.

Rektor IPB University Prof Arif Satria.
Foto: Dok IPB University
Rektor IPB University Prof Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bencana hidrologis tidak hanya mengancam kestabilan stok pangan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup petani. Oleh karena itu, kajian strategi mitigasi pangan yang tepat menjadi agenda yang rutin mengingat faktor ancamannya sering berubah.

Prof Arif Satria, rektor IPB University mengatakan,  Pusat Studi Bencana (PSB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University memiliki tugas penting untuk mampu memberikan solusi terkait kebencanaan yang berdampak pada sektor pertanian. Terlebih sektor ini cenderung rentan terhadap bencana, terutama bencana hidrologis akibat perubahan iklim.

Menurutnya, harus ada langkah-langkah strategis dan komprehensif yang perlu disusun. “Hal ini menjadi tantangan bagi para akademisi untuk menginformasikan berbagai pemikiran, solusi inovatif, hingga rekomendasi kebijakan mitigasi pangan,” kata Prof Arif Satria dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/5).

Prof Arif Satria mengklaim, IPB University sendiri telah menerapkan teknologi 4.0 untuk membantu para petani memprediksi bencana dan memberikan langkah mitigasi yang tepat. Salah satu contohnya adalah teknologi yang mampu memprediksi kebakaran hutan.

Ia menjelaskan bahwa pemetaan kasus-kasus bencana di berbagai daerah Indonesia dapat menjadi bahan bagi IPB University dalam memetakan isu-isu kebencanaan. Dengan demikian, dapat dirumuskan solusi, langkah adaptasi,  mitigasi, serta riset yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.

“Jika itu terjadi, saya yakin ini akan menjadi sebuah langkah transformasi pertanian kita yang lebih presisi di masa depan,” ungkapnya dalam Webinar Propaktani dengan tajuk “Mitigasi Pangan menghadapi Bencana Ketersediaan Stok Pangan dan Perlindungan petani di NTT,” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI, Selasa  (10/5).

Dalam kesempatan yang sama, Dr Doni Yusri, ketua PSB LPPM IPB menyebutkan, perguruan tinggi harus mampu berkolaborasi dengan pemerintah daerah terkait kajian kebencanaan dan mitigasinya. Menurutnya, mitigasi bencana berkaitan erat dengan ketahanan pangan  sehingga dibutuhkan langkah adaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital.

“Teknologi ini tentu lebih presisi dan penerapannya harus disertai oleh inovasi yang lahir dari kampus,” katanya.  Ia menilai, strategi pengelolaan bencana saat ini seharusnya tidak difokuskan kepada pencegahan saja. Pencegahan ini utamanya untuk menghilangkan ancaman yang berpotensi merugikan. Apabila strategi tersebut tidak efektif, maka strategi mengurangi besarnya dan keganasan kejadian dapat dilakukan.

 “Caranya dengan mengubah karakteristik ancamannya dan memprediksi potensi kejadian. Maupun mengubah dari unsur struktural masyarakat. Contohnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) diterapkan desa tangguh bencana dengan memodifikasi masyarakat agar siap siaga terhadap bencana yang mungkin datang sewaktu-waktu,” tambah Dr Doni.

Dosen IPB University itu melanjutkan, bencana hidrologis ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan psikologis bagi petani. Namun, ia menilai bahwa pemerintah jarang membicarakan petani sebagai objek yang terdampak bencana dalam ketahanan pangan.  Menurutnya, dua hal tersebut harus dihubungkan dan dibangun programnya. 

“Jadi kalau ada bencana hidrometeorologi bukan hanya di usaha taninya saja yang dipulihkan, tetapi ketahanan pangan petani itu untuk bertahan hidup selama pemulihan lahan mereka yang terkena bencana,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement