Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Hanifah, CHt., C.NNLP

Makan Zaman Now, Kebutuhan atau Keinginan?

Gaya Hidup | Saturday, 14 May 2022, 23:10 WIB

Hari ini dengan kehadiran platform instagram dan youtube makin memudahkan siapapun untuk mengakses informasi. Dari informasi bagaimana cara memasak sesuatu sampai makanan terenak yang direkomendasikan. Tak heran jika food vlogger hari ini bermunculan. Selain bisa berbagi rekomendasi makanan, hari ini profesi menjadi food vlogger lumayan menggiurkan. Sebab mereka dibayar diatas hobi yang mereka kerjakan. Enak bukan?

Kabar gembira ini ternyata juga menjadi duka bagi penerbit buku masakan, setahun yang lalu ketika penulis berkunjung ke elex media untuk menerbitkan buku, penulis diberi kabar bahwa penjualan buku masak sedang menurun, mengingat banyak sekali food vlogger yang memberikan tutorial memasak di youtube dan instagram yang turut mewarnai kuliner Indonesia. Tenang, meski penjualannya menurun, penerbit sudah punya cara buat ngatasinnya, menggandeng salah satu platform digital untuk diajak kolaborasi.

Namanya juga perkembangan zaman ya, kalau kita nggak cekatan tentu akan tertinggal. Saya bersyukur dengan adanya food vlogger. Lewat mereka saya bisa memiliki rekomendasi tempat makan terenak di suatu daerah. Alhamdulillah. Tapi di sisi lain saya juga miris, sebab hari ini demi mengejar konten dan insight maksimal di instagram kadang kita melupakan rambu-rambu yang Rasulullah contohkan ketika makan.

Salah satu akun food vlogger dengan 65,4rb pengikut tersebut membawakan konten reviewnya dalam satu menit dikemas dengan nuansa friendly dan santai. Hampir di setiap postingan akun food vlogger tersebut mengusung tema mukbang, dari membawakan nasi setampah, tempe lonjor tanpa di potong, lalapan pare langsung lahap atau kemangi dalam bentuk ikatan, menggunakan sendok raksasa untuk makan bakso dll. Dahsyat!

Dengan tema mukbang tersebut tidak jarang kita dapati food vlogger tersebut dalam setiap reviewnya ketika makan sampai kuahnya tumpah-tumpah, makanannya tidak dikunyah dengan sempurna terus diisi makan lagi (belum selesai dikunyah udah ngomong sambil muncrat-muncrat) atau sampai area bawah hidungnya cemong dengan makanan.

Wajar bila akhirnya netizen berteriak. Bahkan meninggalkan komentar-komentar yang kurang ahsan seperti “Nggak sekalian pakai sendok semen aja mba buat makan”, “Kalau gini caranya, baru lihat reviewnya aja sudah eneg duluan” “Makan kok muncrat-muncrat ke baju, mbok pelan-pelan” “Dikunyah dulu mbak sampai habis baru di review. Satu-satu”

Terlepas dari apa motif food vlogger tersebut melakukannya, entah sengaja melakukan untuk mendapatkan insight maksimal (karena semakin banyak komen di instagram semakin bagus insightnya) atau memang kebiasaan makan food vlogger tersebut demikian kita juga kurang mengetahui. Kalau mau dilihat hari ini makan bergeser makna yang awalnya kebutuhan menjadi sekedar memenuhi keinginan.

Islam memandang makan itu untuk memenuhi kebutuhan jasmani, yang apabila tidak dipenuhi kita akan mati, jika semua manusia tidak makan akhirnya tidak akan ada kehidupan manusia yang berlangsung. Padahal penciptaan manusia ini memiliki visi untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah di muka bumi. Bila manusia tiada? Tentu visi tersebut tidak akan terwujud.

Hari ini makan bergeser fungsi menjadi memenuhi naluri baqo’ (naluri untuk mempertahankan diri) yang apabila naluri ini tidak dipenuhi kita tidak akan mati, konsekuensi terbesarnya hanya akan merasakan kegelisahan. Beda dengan kebutuhan jasmani, bila kebutuhan jasmani menuntut pemenuhan harus segera diwujudkan, sebab bila tidak akan menimbulkan penyakit bahkan mati (misal: minum, buang air kecil, buang air besar, tidur dll.) seminggu saja kita tidak makan akan meninggal. Maka tak heran untuk memenuhi gharizah baqo’ food vlogger tersebut rela mukbang ala-ala dia meski harus dihujani komentar yang kurang ahsan.

Melihat profil food vlogger tersebut, mbaknya menggunakan topi santa, tapi di video yang lain mbaknya memakai kerudung dan ngucapin selamat idul fitri. Di video lain mbaknya habis review bakso babi juga. Saya jadi bingung. Kalau benar mbaknya adalah seorang muslimah, maka setidaknya ini juga jadi pelajaran untuk kita.

Islam adalah agama istimewa. Tidak pernah memaksa siapapun untuk mengambil Islam sebagai keyakinannya. Diawali dengan pembuktikan keberadaan Allah sebagai Tuhan kita. Kalau dalam pencarian tuhan, kita dapati Allah adalah tuhan yang salah, maka tinggalkan. Tapi jika dalam pencarian, kita dapati Allah adalah Tuhan kita yang benar berarti kan kita harus tunduk dengan apa yang Allah perintahkan.

Dalam soalan makan, Islam punya rambu-rambu. Diantaranya: 1.) Berdo'a 2.) Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. 3.) Tidak berlebihan saat makan. 4.) Minum dengan tiga kali tegukan. 5.) Makan dan minum dalam posisi duduk 6.) Menunggu makanan dingin 7.) Memakan makanan halal. Ini yang paling saya highlight. Coba teman-teman inget kejadian di Wuhan, China kemarin. Ketika makan tidak ada aturannya, semua dimakan (tanpa memperhatikan bagaimana cara penyembelihannya, makanan tsb dibolehkan apa tidak) akhirnya jadi penyakit mendunia kan? Covid-19. Termasuk babi. Allah mengharamkan makanan ya nggak usah ditanya-tanya lagi kenapanya. Benarlah, setelah 1400 tahun dikabarin sama Allah & Rasul, ada penelitian yang membahas bahayanya babi.

Nah, jangan sampai demi konten kita mengorbankan rasa malu kita, bahkan aurat kita, rambu-rambu yang Allah tetapkan. Ingat, kita bertanggungjawab atas syahadat kita yang kita ikrarkan kepada Allah dan Rasul. Jangan sampai kita yang sudah diberi gelar umat terbaik (QS. Ali Imran: 110) ternyata tidak baik. Bikin ilfeel orang lain yang mau masuk Islam. Hari ini pemuda-pemuda melakukan hal demikian karena mereka kehilangan figur terbaik dan kehilangan gambaran sejarah terbaik yang menggambarkan bagaimana cara hidup dengan Islam, sebab hari ini Islam tidak diterapkan sampai tataran Negara.

Maka mari menjadi pemuda dambaan umat. Pemuda yang dikenal bukan hanya karena viral mukbang, tapi dikenal karena memberikan kontribusi besar kepada peradaban. Tentu step awalnya adalah belajar Islam dan mendalaminya, setelah itu mengambil Islam sebagai jalan hidup dan mendakwahkannya. Siap?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image