Jumat 20 May 2022 16:06 WIB

Keamanan Asia Jadi Fokus Kunjungan Biden di Korea Selatan dan Jepang

Presiden AS Joe Biden ingin meningkatkan hubungan dengan sekutu di Asia Timur.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Gemunu Amarasinghe/AP Photo/picture alliance
Gemunu Amarasinghe/AP Photo/picture alliance

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dijadwalkan tiba di Seoul, Korea Selatan, pada hari Jumat (20/05) untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. Kunjungan ini dijadwalkan di tengah kekhawatiran para pejabat pemerintah bahwa Korea Utara akan berusaha mencuri perhatian dengan melakukan uji peluncuran rudal balistik antarbenua atau menggelar misi uji coba nuklir bawah tanah.

Selama kunjungan yang dijadwalkan akan berlangsung tiga hari ini, Biden diperkirakan akan membahas situasi keamanan di wilayah Asia Timur Laut. Selain itu, ia juga akan membahas kemungkinan dalam melibatkan Korea Utara, tantangan dari Cina yang dinilai semakin ekspansif, serta perjanjian ekonomi regional baru.

Biden dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke Tokyo, Jepang, pada hari Minggu (22/05) untuk melakukan diskusi bilateral dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan pertemuan puncak para pemimpin Dialog Keamanan Segiempat (Quad) yang menyatukan Jepang, AS, Australia, dan India.

Upaya Korea Utara dalam memproduksi senjata pemusnah massal kemungkinan akan mendominasi diskusi di kedua ibu kota yang akan dikunjungi Biden.

Perkiraan adanya uji coba rudal

Berbicara dalam konferensi pers di Washington, AS, pada Rabu (18/05), penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan, Korea Utara kemungkinan akan melakukan uji coba rudal jarak jauh dan akan menjadi uji coba nuklir ketujuh. Uji coba ini diperkirakan dapat terjadi kapan pun dalam beberapa hari ke depan.

"Kami sedang mempersiapkan segala kemungkinan, termasuk kemungkinan provokasi seperti itu akan terjadi saat kami berada di Korea atau Jepang," kata Sullivan.

Korea Utara telah meluncurkan 16 rudal sepanjang tahun ini, banyak di antaranya diluncurkan menjelang pemilihan umum Korea Selatan pada bulan Maret.

Analis mengatakan rezim Kim Jong Un berusaha mengintimidasi presiden Korea Selatan dan ingin tetap dipertimbangkan oleh presiden AS. "Keamanan regional akan menjadi masalah utama saat Biden dan Yoon bertemu," ujar Ahn Yinhay, profesor hubungan internasional di Korea University di Seoul.

"Ada kekhawatiran tentang kemampuan nuklir dan rudal Korea Utara, dan saya sama sekali tidak akan terkejut jika mereka memutuskan untuk melakukan tes saat Biden berada di Jepang, untuk unjuk kekuatan," kata Ahn Yinhay kepada DW. "Biden akan sangat tertarik untuk meningkatkan kerja sama antara AS, Korea Selatan, dan Jepang."

Akan ada kesepakatan ekonomi regional baru?

Biden juga diharapkan akan berdialog dengan Korea Utara dan bertemu dengan mantan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Selama tahap awal dari lima tahun masa kekuasaannya, Moon membangun hubungan kerja yang cukup wajar dengan Kim di Pyongyang. Ia juga menengahi dua pertemuan puncak untuk pemimpin Korea Utara dengan Presiden Donald Trump saat itu.

Hubungan itu mendingin setelah KTT Februari 2019 di Hanoi, Vietnam. Namun Biden tampaknya berharap bahwa Moon mungkin dapat menghidupkan kembali sejumlah bentuk komunikasi dengan Kim.

Selain itu, topik yang juga akan dibahas oleh Presiden Yoon dan Biden adalah perdagangan. Presiden Korea juga diperkirakan akan mengumumkan bahwa negaranya akan menjadi anggota pendiri Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik yang diusulkan AS.

Pakta ini akan menjadi aliansi mitra regional yang dirancang untuk memperkuat rantai pasokan, meningkatkan infrastruktur, dan mendukung upaya transisi menuju energi bersih, dekarbonisasi, dan perdagangan yang adil.

Pakta tersebut secara luas dilihat sebagai upaya membentuk aliansi keamanan regional yang dirancang untuk membatasi gerakan ekspansi agresif Cina di wilayah itu.

Jepang juga diharapkan akan menekankan dukungannya terhadap pakta tersebut ketika Biden tiba di Tokyo. Meski demikian, Perdana Menteri Kishida punya sejumlah kekhawatiran tentang tumpang tindih pakta tersebut dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik.

Masalah keamanan jadi perhatian utama

Namun Tokyo dan Seoul punya keprihatinan utama, yakni masalah keamanan.

"Alasan utama kunjungan Biden ke kawasan itu adalah pertemuan Quad di Tokyo dan sudah ada laporan bahwa pernyataan di akhir pembicaraan akan mencakup komitmen untuk bersama mencegah ekspansi Cina di kawasan itu," ujar James Brown, profesor hubungan internasional di Temple University, Tokyo.

"Perang Rusia di Ukraina benar-benar berfungsi menyoroti kekhawatiran banyak negara tentang Cina dan bagaimana kekuatan revisionis yang otoriter dapat mengambil keputusan sembrono," ujarnya.

Ketakutan yang melanda Asia Timur Laut adalah bahwa Beijing mungkin melakukan upaya yang sama sembrononya untuk merebut Taiwan secara paksa. Konflik ini akan menyebabkan hilangnya banyak nyawa, kerusakan material dalam jumlah besar, dan mengacaukan ekonomi global.

"Saya juga berharap AS untuk menegaskan kembali komitmennya dalam melindungi Jepang di bawah payung nuklirnya dan menyerukan untuk memastikan stabilitas di Selat Taiwan," tambah Brown.

Anggota Quad tidak satu suara?

Namun, diskusi yang terjadi antara sesama anggota Quad diperkirakan tidak akan berjalan mulus. AS, Jepang, dan Australia berkomitmen penuh untuk memberikan bantuan kepada Ukraina dan telah memberlakukan sanksi yang luas terhadap Rusia. Tidak demikian dengan India.

Sebaliknya, New Delhi telah meningkatkan pembelian energi dari Rusia. Lalu, meskipun ingin mendiversifikasi sumber impor senjatanya, India masih terus sangat bergantung pada peralatan militer Rusia.

"Tampaknya India tidak sependapat dengan negara lain ketika berbicara tentang Rusia, tetapi saya berharap anggota Quad dapat mempersempit jurang ini dan menekankan komitmen mereka terhadap keamanan di kawasan Asia-Pasifik sambil menghindari komentar khusus tentang Rusia," kata Brown.

ae/yf

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement