Jumat 20 May 2022 18:46 WIB

700 Santri Ponpes di Lereng Bukit Butuh Ruang Layak Mukim dan Belajar

Bangunannnya dinding triplek juga atap anyaman bambu semakin termakan usia

Ruang layak untuk bermukim dan kelas belajar memang dibutuhkan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Hasan Munadi Ponorogo.  Jumlah santri semakin banyak, terlebih bangunannya yang menggunakan dinding triplek juga atap anyaman bambu semakin termakan usia.
Foto: istimewa
Ruang layak untuk bermukim dan kelas belajar memang dibutuhkan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Hasan Munadi Ponorogo. Jumlah santri semakin banyak, terlebih bangunannya yang menggunakan dinding triplek juga atap anyaman bambu semakin termakan usia.

REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO--Ruang layak untuk bermukim dan kelas belajar memang dibutuhkan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Hasan Munadi Ponorogo, Jawa Timur.  Jumlah santri semakin banyak, terlebih bangunannya yang menggunakan dinding triplek juga atap anyaman bambu semakin termakan usia. Ustadz Adi juga menjelaskan, asrama santri yang berukuran 6×6 meter disana, ada yang berisi hingga 38 santri. Terkadang, pembelajaran dilakukan pula di ruang itu.

“Kondisinya memang doyong dan bocor, jadi paling penting memang butuh ruang kelas. Sekarang, beberapa ruang itu kami rubuhkan agar tidak beresiko membahayakan anak-anak. Sebagian pembangunan juga kami lakukan, namun terkendala biaya juga. Jadi saat ini pun santri kelasnya bergantian, kadang kita lakukan pembelajaran di Masjid dan atau di asrama,” jelasnya, Jum’at (11/3/2022).

Baca Juga

Tiap bulannya, para santri Ponpes Hasan Munadi ada yang berbayar penuh Rp 200,000,- (dua ratus ribu rupiah). Harga tersebut sudah merupakan biaya sekolah, pengasuhan, makan, listrik, juga air. Ada juga yang membayar setengah biaya, Rp100,000 (seratus ribu rupiah), bahkan ada yang tidak berbayar (digratiskan) kepada santri dhuafa dan atau yatim piatu.

“Tapi dari playgroup, disini sudah dibimbing untuk penghafal dan mempelajari Qur’an. Keunggulan lainnya, disini ada bidang kaligrafi, qiro’ah, juga olah raga. Bahkan santri juga belajar bertani sebagai pembelajaran pemberdayaan ekonomi, seperti menggarap sawah dan kebun. Menanam padi, jagung, bawang merah, pisang raja, dan alpukat,” imbuh Ust. Adi.

Sebelumnya, Ust. Adi juga merupakan salah satu santri Ponpes Hasan Munadi Ponorogo. Sebagai santri disana, hatinya turut tergerak mewakafkan dirinya mengabdi kepada Ponpes Hasan Munadi Ponorogo dan menjadi salah satu Pengurus disana.

“Dulu itu saya lulusan SMA, bukan Pesantren. Kala itu ada keinginan untuk mondok, hanya 3 (tiga) bulan, karena ingin lanjut kuliah di Yogyakarta. Bermula dari rekomendasi saudara untuk mondok di Ponpes Hasan Munadi, disini saya nyaman, betah, dan merasa ada kedekatan dengan pengurus Ponpes ini. Suasanya juga asri, dekat perbukitan dan sungai. Kalau saya tahu dari dulu, inginnya langsung mondok saja,” akunya.

“Mondok 1,5 (satu setengah) tahun disini, akhirnya saya putuskan untuk kuliah di Ponorogo saja. Sempat pulang ke Riau, 2 (dua) minggu disana itu untuk mengurus surat pindah, sekarang sudah menetap disini, KTP saya Ponorogo. Saya ingin mengaji dan mengabdi disini. Menuntut ilmu tidak ada kata terlambat, bahkan sampai akhir hayat,” kata Ustad Adi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement