Jumat 20 May 2022 19:58 WIB

Pertemuan Jokowi dengan Perwakilan MRP Dinilai tidak Sah

Timothius Murip mengatakan Jokowi bertemu dengan oknum-oknum MRP.

Sejumlah pengunjukrasa dari berbagai elemen mahasiwa berunjukrtasa di Jalan Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua, Selasa (10/5/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan atas pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.
Foto: ANTARA/Gusti Tanati
Sejumlah pengunjukrasa dari berbagai elemen mahasiwa berunjukrtasa di Jalan Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua, Selasa (10/5/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan atas pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Dessy Suciati Saputri

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timothius Murip menyayangkan pertemuan sepihak para anggotanya, dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kata dia, hasil dari pertemuan di Istana Bogor, Jumat (20/5/2022), tak dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengeklaim MRP setuju dengan rencana pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.

Baca Juga

Timothius menegaskan, MRP sampai saat ini, masih pada posisi menolak semua rencana kelanjutan otonomi khusus jilid dua di Papua, maupun di Papua Barat. Termasuk menolak rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) pembentukan tiga provinsi baru di Bumi Cenderawasih.

“Pertemuan itu tidak sah. Tidak mewakili MRP, karena tidak ada izin dari lembaga untuk pertemuan dengan pemerintah itu,” kata dia saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Jumat.

 

Timothius, sebagai Ketua MRP tak turut serta dalam pertemuan tersebut. “Saya sebagai ketua MRP tidak ada terima undangan,” ujar dia.

Kata Timothius, ada enam anggota MRP yang ikut serta dalam pertemuan itu. Mereka di antaranya, kata Timothius, adalah Amatus Ndatipits sebagai Ketua Pokja Adat MRP yang berasal dari Asmat, wilayah adat Animha. Felisitas Kabagaimu, selaku Pokja Perempuan MRP asal Kabupaten Mappi, wilayah adat Animha, dan Dorince Mehue, selaku Pokja Agama dan Ketua PWKI Papua, asal Sentani, Jayapura dari wilayah adat Tabi.

Nama lainnya yang ikut pertemuan, yakni Nerlince Wamuar, Pokja Perempuan MRP asal wilayah adat Tabi, dan sebagai Ketua Perempuan adat Port Numbay. Herman Yoku, yang hadir selaku Wakil Pokja Adat MRP, asal Kabupaten Keerom, dari wilayah adat Tabi. Dan terakhir Toni Wanggai, Pokja Agama.

Timothius menegaskan, meskipun enam orang yang bertemu Presiden Jokowi itu adalah memang para anggota MRP. Akan tetapi, dari hasil pertemuan tersebut, tak berhak mengatasnamakan MRP.

“Mereka adalah oknum-oknum dari MRP yang mengatasnamakan MRP, mereka tidak resmi,” kata Timothius.

Timothius menegaskan, MRP sebagai lembaga representasi resmi masyarakat asli Papua, masih pada keputusan menolak semua bentuk otonomi khusus di Papua, dan Papua Barat. Pun, menolak semua rencana pemerintah serta DPR untuk membahas pembentukan provinsi baru di Bumi Cenderawasih. “Keputusan MRP, secara keputusan lembaga tetap menolak DOB (daerah otonom baru) dan pemekaran. Mereka yang bertemu dengan pemerintah tidak boleh mengatasnamakan MRP,” kata Timothius.

Presiden Jokowi menerima Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat di Istana Kepresidenan Bogor hari ini. Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengapresiasi pertemuan dengan Presiden Jokowi yang membahas terkait daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

“Kami sampaikan apresiasi dan terima kasih banyak kepada Bapak Presiden, atas permintaan kami untuk audiensi hari ini diterima dengan baik oleh Bapak Presiden untuk mengklarifikasi mengenai simpang siurnya informasi mengenai penerapan pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan di dalamnya adalah daerah otonomi baru, khusus untuk di Provinsi Papua, ada DOB Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Tengah,” jelas dia yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Mathius mengatakan, rencana pembentukan daerah otonomi baru tersebut merupakan aspirasi murni warga Papua yang telah diperjuangkan sejak lama. Ia mencontohkan rencana pembentukan daerah otonomi baru Papua Selatan yang telah diperjuangkan selama 20 tahun.

“Jadi ini bukan hal yang baru muncul tiba-tiba. Tapi ini adalah aspirasi murni, baik dari Papua Selatan maupun Tabi, Saereri, juga La Pago, dan Mee Pago,” kata Mathius.

Ia menjelaskan, aspirasi yang didorong tersebut berdasarkan pada wilayah adat, bukan berdasarkan demonstrasi di jalan. Menurutnya, masyarakat Papua berharap DOB nantinya bisa mempercepat kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.

Mathius mengatakan, Undang-Undang Otonomi Khusus mengikat semua masyarakat di seluruh Tanah Papua sehingga ada kepastian hukum untuk mengelola ruang-ruang yang dimiliki oleh masyarakat adat berdasarkan tujuh wilayah adat di Tanah Papua.

“Kita butuh itu kepastian. Karena itu, kalau pemekaran itu, itu masalah administrasi pemerintahan, tapi ke Papua itu diikat dengan Undang-Undang Otsus. Persoalan kita adalah implementasinya, harus konsisten baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi, pemerintah daerah. Di situ persoalannya sebenarnya,” ujarnya.

Selain itu, Undang-Undang Otsus juga akan memberikan kepastian hukum terhadap ruang kelola hak-hak pemetaan wilayah adat. Dengan adanya kepastian hukum tersebut diharapkan bisa menyelesaikan persoalan lahan di Papua.

“Konflik Papua sebenarnya masalah lahan, karena itu perlu ada kepastian di sini dan dia bisa menyelesaikan, mengurangi persoalan-persoalan di Papua, dan kepastiannya hanya melalui Undang-Undang Otsus,” jelas dia.

Tak hanya itu, Mathius mengatakan, daerah otonomi baru juga akan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat karena tantangan utamanya yakni kondisi geografis.

“Berapa pun dananya diturunkan dalam Otsus, tapi kalau geografis yang sulit, seperti yang ada sekarang, itu tetap akan mengalami hambatan-hambatan luar biasa. Karena itu daerah otonomi baru adalah solusi untuk bisa mempercepat kesejahteraan Papua dan Papua Barat,” jelasnya.

Dalam pertemuan ini, Presiden Jokowi didampingi oleh Menkumham Yasonna Laoly, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani.

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement