Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Promosi Budaya Melalui Peningkatan Literasi Digital

Wisata | Monday, 23 May 2022, 11:38 WIB
Pemerintah gencar melakukan promosi budaya sebagai upaya meningkatkan ketertarikan negara luar terhadap kekayaan dalam negeri. Salah satu yang gencar dipromosikan adalah budaya Minangkabau, dan juga daerah lainnya.

Era disruptif menjadikan internet sebagai wahana strategis dalam melakukan promosi. Namun, tidak dapat dielakkan jika internet juga membawa dampak negatif dalam kehidupan saat ini. Jika literasi digital tidak ditingkatkan, promosi yang diharapkan berdampak positif akan berbalik 180 derajat. Salah satu upaya meningkatkan literasi digital adalah mengedukasi masyarakat agar tidak mudah menyebarkan/menerima konten buruk dari internet, baik aplikasi chat, media sosial, website dan sebagainya.

Edukasi ini untuk menyaring informasi di dunia digital yang bisa saja berisi malware (virus), penipuan online, hoaks, hate speech dan lainnya. Pada hakikatnya, peningkatan literasi ini agar masyarakat memiliki kebiasaan bersikap skeptis (tidak mudah percaya) dan kritis terhadap apapun yang dibaca melalui internet. Literasi digital merupakan satu kesatuan sikap, pemahaman, keterampilan dalam menangani dan mengomunikasikan informasi dan menggunakan pengetahuan dengan efektif pada berbagai media dan format.

Kemampuan literasi dalam aspek kehidupan menjadi penyangga bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Literasi dimaksudkan sebagai upaya keberaksaraan, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan, budaya literasi ditujukan sebagai pembiasaan berpikir yang diawali dengan kegiatan membaca dan menulis hingga tercipta sebuah karya yang diharapkan terjadinya perubahan tingkah laku dan budi pekerti. Literasi media, literasi teknologi dan literasi visual merupakan kompetensi yang perlu diberdayakan dalam era digital saat ini.

Indonesia merupakan negara bangsa yang terdiri dari ribuan suku dan budaya, serta beberapa agama yang dianut penduduknya. Ketahanan budaya ini rentan terkikis dengan gempuran budaya asing. Apalagi jika dikaitkan dengan gempuran budaya dan norma di internet yang tidak sejalan dengan masyarakat kita. Norma yang sudah hidup ratusan tahun kemudian berubah menjadi sistem nilai budaya. Sistem yang menjadi rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran masyarakat Indonesia.

Kita harus gelisah dengan maraknya budaya asing yang tidak sejalan dengan kehidupan masyarakat. Dan, itu sangat mudah didapatkan di internet pada saat ini. Seks bebas, LGBT, narkoba, terorisme, radikalisme adalah gempuran budaya yang tidak dikenal dalam kehidupan budaya kita. Budaya kita adalah saling menghormati, menghargai perbedaan, menjunjung tinggi nilai agama atau hormat pada orang tua. Itu semua membentuk sebuah sistem nilai budaya yang merekat erat dalam kehidupan masyarakat.

Sistem nilai budaya ini menjadi bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku masyarakat. Sebagai konsep abstrak, sistem ini dirumuskan dan diberlakukan dengan tegas dan hanya dirasakan saja. Contohnya, budaya malu bagi sebagian suku Sunda jika berjalan di depan orang lain yang lebih tua. Sistem yang berlaku adalah orang tersebut akan mengatakan "maaf" atau "permisi/punten" seraya membungkukkan badan.

Sistem budaya di Jawa, misalnya, yang percaya dengan ritual mistik namun tetap berpegang pada kepercayaan agama. Suku Jawa mempercayai adanya kekuatan spiritual dalam kehidupan mereka yang harus dihormati. Ritual memandikan keris, mengirim sesaji dan lain sebagainya, itu menjadi salah satu budaya sehari-hari.

Begitu pula dengan sebagian masyarakat di Kalimantan, Sulawesi, Bali dan wilayah lainnya. Mereka memiliki sistem budaya masing-masing yang perlu dipertahankan sebagai identitas daerah. Secara garis besar, sistem nilai ini kemudian menyatu dalam ideologi negara yakni Pancasila. Lima dasar sila ini menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Selain sisi budaya masyarakat, keindahan alam dan kuliner merupakan kekayaan budaya Indonesia. Banyaknya tempat wisata yang bisa dikunjungi, mulai dari Sabang sampai Merauke, merupakan anugerah bagi Indonesia. Ini tentu mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Pendapatan di sektor pariwisata meningkat dengan semakin banyaknya orang yang berkunjung ke Indonesia.

Kuliner Indonesia pun beragam karena masing-masing wilayah punya masakan khas tradisionl. Untuk soto saja, misalnya, antara Jakarta, Sunda, Jawa Tengah, Surabaya hingga Banjarmasin, memiliki rasa dan bentuk berbeda-beda. Belum lagi sate, antara Madura dan Padang, tidak bisa disamakan, meski namanya sama yakni sate.

Itu semua adalah kekayaan budaya Nusantara. Dan, internet merupakan sarana efektif untuk melakukan promosi budaya Indonesia ke luar negeri. Kelebihan internet adalah biaya murah dan mudah untuk menjadikan budaya Indonesia populer atau trending di media sosial. Jadi, sangat disayangkan, jika peluang memasarkan budaya Indonesia akan hilang karena media sosial kita lebih riuh dengan hoaks, hate speech, adu domba, politik praktis, dan sebagainya. Itu semua dapat terwujud jika kita semua mampu meningkatkan literasi digital yang digunakan sebagai penyaring dari dampak buruk internet. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image