Senin 30 May 2022 09:40 WIB

Mengenang Buya Syafii: Jejak Hidup dari Sang Guru Bangsa

Mengenang Buya Syafii: Jejak Hidup dari Sang Guru Bangsa

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Takziah Virtual Buya Syafii: Mengenang Jejak Hidup dari Sang Guru Bangsa - Suara Muhammadiyah
Takziah Virtual Buya Syafii: Mengenang Jejak Hidup dari Sang Guru Bangsa - Suara Muhammadiyah

Takziah Virtual Buya Syafii: Mengenang Jejak Hidup dari Sang Guru Bangsa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah –Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali menggelar acara Takziah Virtual episode 3 Buya Syafii Maarif—setelah 2 episode telah terlaksana dengan baik—pada Ahad malam (29/5) secara daring (zoom) dan disiarkan langsung di youtube Muhammadiyah Channel dan TvMU Channel.

Acara yang dipandu oleh dr Agus Taufiqurrahhman, MKes., SpS ini mengahdirkan beberapa tokoh bangsa. Antara lain Prof Dr Muhadjir Effendy, MAP, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, Prof Alimatul Qibtiyah, SAg, MSi., PhD, Dr H Muhammad Hidayat Nur Wahid, MA, Dr H Zulkifli Hasan, SE., MM, Prof Dr H Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA., PhD, Dato’ Seri Dr Haji Anwar bin Dato’ Ibrahim, Aly Aulia, Lc., Mhum, Prof Dr H Azyumardi Azra, MPhil., MA., CBE, Irfan Junaidi, dan Drs H Imam Addaruqutni MA.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof Muhadjir menyeru untuk mendoakan Buya Syafii agar diampuni segala dosa-dosanya, diterima segala kebajikan dan mendapatkan tempat kedudukan mulia di sisi Allah, di surga. Menurutnya, suatu saat juga akan menyusul Buya Syafii menghadap Allah, karenanya penting untuk mengambil berbagai macam ekslempar dan contoh-contoh baik yang dilakukan olehnya untuk diikuti derap jejaknya.

“Saya kira kita sepakat bahwa Bapak Prof Ahmad Syafii Maarif adalah pribadi yang sangat baik, sangat mulia, begitu dermawan, sederhana, begitu gampangannya untuk menerima siapa saja, bahkan sudah nyaris tidak ada sekat-sekat yang membatasi hubungan beliau dengan siapa saja. Ini tentu saja adalah suatu proses pembentukan kepribadian beliau yang sangat panjang, yang pada akhirnya mencapai puncaknya sebagai seorang sudah di level kemanusiaan yang universal,” katanya.

Secara psikologi kepribadian, pada dasarnya setiap orang melakukan pengembaraan panjang seiring dengan umur dan waktu yang dilalui. Secara teoritik, pada awalnya orang pasti memiliki perangai egoisme ketika masa bayi dan menyadari keakuannya, maka seorang bayi (anak) akan menuntut agar dirinya menjadi pusat perhatian siapa saja. “Dan ini tidak berarti bahwa seminggu kemudian akan hilang begitu saja, yang seharusnya hilang kadang-kadang justru malah dominan. Karena itu tidak sedikit orang yang semakin tua bukan semakin hilang egoisnya, tapi malah kuat egoisnya,” pungkasnya.

Kemudian, manusia akan tumbuh menjadi kesadaran menjadi bagian sebuah keluarga. Kesadaran inilah menghasilkan sikap dasar atau watak manusia yang nepotis. Kesadaran nepotis merupakan kesadaran yang sangat tinggi akan pentingnya dirinya menjadi bagian keluarga. Semestinya orang sudah mulai melepaskan watak ini, tetapi pada masa tua, orang juga masih memiliki semangat nepotis.

Lalu, tahap chauvinis atau parokialis. Yaitu kesadaran kita menjadi bagian dari golongan tertentu. Sebuah bagian dari kelompok yang lebih besar, baik atas dasar kesamaan kulit, cara berpikir, maka paham ini masih banyak ketika seorang mulai menghilangkan paham golonganisme dan chauvinisnya ini, tapi di usia tua masih sangat fanatik terhadap golongannya.

Selanjutnya, kesadaran berbangsa atau nasionalisme. Banyak orang yakin paham nasionalisme itu sangat bagus. Tapi banyak juga paham nasionalisme yang ekstrem menyimpan resiko dan konsekuensi yang tidak baik. “Karena itu nasioanlisme ekstrem, ultranasionalisme, itu juga tidak sangat baik, walaupun nasionalisme itu sering kita jadikan dasar untuk pengikat rasa kebangsaan kita,” terangya.

Menurutnya, tingkat paling tinggi dari perkembangan kepribadian seseorang adalah kemanusiaan (humanity). Seseorang yang telah berjuang keras menghilangkan sekat-sekat perbedaan, kecuali hanya menjunjung tinggi kemanusiaan universal. “Insyaallah Buya Syafii dalam perjalanan itu, sampai akhir hayatnya beliau sudah mencapai tingkat yang paling tinggi. Beliau adalah sosok yang humanity, universal, yang berusaha untuk memisahkan tidak lagi membatasi sekat-sekat hubungan antarmanusia, dan itu beliau berhasil lakukan karena itu hampir semua oramg akan menerima keberadaan beliau, baik itu atas dasar lintas agama, lintas keyakinan, bahkan juga lintas-lintas yang lain, termasuk lintas politik,” ujarnya.

Mewakili konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan duka cita atas berpulangnya Buya Syafii. Baginya kepergian Buya Syafii bukan hanya saja menjadi kehilangan bagi internal Persyarikatan Muhammadiyah, akan tetapi seluruh bangsa. “Saya merasa terberkati boleh mengenal Buya Syafii. Saya sengaja menggunakan kata ‘terberkati’, dan bukan saya merasa beruntung. Karena saya tahu betul bahwa Buya Syaffi tidak pernah berpikir mengenai untung-rugi,” tukasnya.

Ignatius mulai kenal dengan Buya Syafii sejak tahun 1998. Kala itu, dirinya mewakili KWI bersilaturahmi Ketua PP Muhammadiyah, Prof Amien Rais. Buya Syafii duduk di samping Prof Amien Rais sebagaI Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Juga pada era reformasi awal, ketegangan masih sangat dirasakan. Dikatannya bahwa masa itu, membuat suasana pertemuan menjadi cair dan tertawa.

Beliau bercitra sebagai akademisi dan mengajar di Universitas Sanata Dharma mengampu Islamologi. Sesudah itu, berkunjung ke rumah Buya Syafii untuk mengundangnya agar bersedia mengikuti seminar tahunan dengan pelbagai tema moral dan kebangsaan. Beliau katanya selalu hadir setiap tahun memberikan makalah, gagasan, tetapi yang paling menarik menurutnya adalah gagasannya, tetapi lebih dari kehadirannya membuat peserta dan suasana senang dan cair.

Buya Syafii merupakan pribadi yang sederhana. Baginya, pribadi sederhana seperti Buya Syafii merupakan pribadi yang sadar dirinya adalah makhluk dan ciptaan. Dan ciptaan dan makhlu itu tidak bisa laik di hadapan Sang Pencipta kecuali sujud. Dan sujudnya secara lahiriah pasti, tetapi sujudnya seorang makhluk terhadap Sang Pencipta sebagai wujud menjalankan hidup akhlak yang mulia. “Bagi saya itu sangat jelas di dalam diri Buya Syafii. Seluruh kualitas pribadinya yang unggul, membuat Buya Syafii menjadi pribadi yang sederhana dalam arti yang seluas-luasnya. Karena menjadi sederhana itu tidak mudah,” katanya.

Komisioner Komnas Perempuan Republik Indonesia, Prof Alimatul mengatakan banyak orang sedih di tempat umum mendengar kabar meninggalnya Buya Syafii. Karena tidak tahan merasa kehilangan guru bangsa. Ini karena saking cintanya kepada Buya Syafii yang kemudian betul-betul merasa kehilangan.

Prof Alimatul pernah bersua dengan Buya Syafii ketika berdiskusi dengannya mengucapkan, “Bu Alim, tolong apapun yang terjadi di Persyarikatan jangan sampai meninggakkan persyarikatan. Dinamika di sebuah persyarikatan (organisasi) itu adalah hal yang biasa. Jadi apapun yang terjadi, tolong jangan tinggalkan persyarikatan kita harus mempunyai daya lenting yang mempunyai ketahanan yang kuat.”

“Inilah yang terngiang-ngiang terus pada diri saya apapun yang kita hadapi di persyarikatan, kita harus hadapi dengan baik,” ujarnya.

Menurut kesakisannya, Buya Syafii merupakan suami idaman. Karena Buya Syafii mengerjakan rumah tangga secara sendiri dan mandiri. Mengerjakan pekerjaan rumah dari mensetrika, mencuci, kecuali memasak. Karena dirinya sangat menyukai masakan istrinya. “Ini yang saya pikir bagi anak-anak sekarang yang bisa ikut berkontribusi pada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan pengasuh. Ini luar biasa sekali,” tambahnya.

Wakil Ketua MPR Republik Indonesia periode 2019-2024, M Hidayat Nur Wahid mengatakan Buya Syafii merupakan karunia Allah yang diberikan kepada Muhammadiyah, bangsa Indonesia, umat Islam, dan kemanusiaan. Buya Syafii memiliki kemuliaan hati, kesungguhan, dan komitmennya untuk bangsa.

DI sisi lain, Ketua MPR Zulkifli Hasan, mengatakan yang pantas untuk dikenang dari sosok Buya Syafii adalah pemikiran dan teladan akhlak yang luar biasa. “Buya adalah pemikir Islam yang gigih, mujahid, sekaligus mutahiq. Beliau selalu berpesan tentang pentingnya mendorong umat untuk merdeka, terutama merdeka dalam berpikir. Karena sejatinya agama untuk mencurahkan segala potensi kita untuk terus berpikir,” katanya.

Zulkifli ingat juga dengan pesan Buya Syafii perlu menghancurkan tembok-tembok yang mencegah umat ini untuk bisa berpikir bebas, maju, termasuk tembok-tembok mazhab, aliran, juga organisasi-organisasi. “Bagi Buya, umat jangan dipenjara oleh tembok-tembok yang membedakan satu sama yang lain, termasuk di dalamnya sekat-sekat suni-siah dan lain-lain. Buya selalu mengajarkan saya mau merobohkan tembok-tembok, apalagi ormas-ormas,” terangnya.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Din Syamsudin mengatakan Buya Syafii  memiliki banyak kebaikan untuk diikuti oleh generasi penerus bangsa. Pesan beliau adalah menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu. “Saya kira sangat relevan, walaupun saya pernah menyampaikan kepada beliau, ‘sebenarnya Muhammadiyah sudah menjadi gerakan ilmu paling tidak gerakan dakwah pencerahannya sudah berbasis ilmu pengetahuan, walau sangat sederhana. Tapi Buya meyakinkan kalau mau mewujudkan peradaban utama, maka perlu betul-betul berbasis pada ilmu pengetahuan atau bahasa filsafatnya memperkuat kerangka ontologis dan epistomologis. Sehingga aksiologi dari gerakan amal usaha mUhammadiayah akan betul-betul berdampak pada pencerahan dan bermuara pada kebangkitan dan kemajuan peradaban,” terangnya.

Tokoh dari Malaysia, Dato’ Anwar Ibrahim mengatakan kesaksiannya tentang Buya Syafi yang mengupas tentang Islam, tantangan zaman dan beberapa jabaran yang merumuskan pandangannya tentang politik dan pendekatan Islam yang sederhana dari perspektif budaya masyarakat, bukan hanya mewakili Indonesia tapi sesuai alam melayu secara komprehensif. Dirinya beruntung bersua dengan beliau mendapat limpahan ilmu dan pengalaman darinya.

Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, Aly merasa kehilangan Buya Syafii karena bukan sebagai ayah, tapi juga sebagai harapan bagi Madarasah Muallimin Muhammadiyah. “Harapan ini tidak saja harapan yang mendatangkan kecintaan kami kepada Buya, baik dari seluruh jajaran pimpinan dan para santri, tapi juga harapan yang terpancar kecintaan Buya terhadap Madrasah Muallimin Muhammadiyah,” katanya.

Cendekiawan Muslim, Prof Azyumardi Buya Syafii berbicara mengenai bangsa Indonesia harus lebih serius mengamalkan Pancasila. Beliau memiliki komitmen yang kuat pada Pancasila, NKRI, dan kebinekaan. “Masalah kita makin jauhnya antara nilai-nilai cita ideal Pancasila dengan realitas kehidupan sehari-hari,” katanya.

“Ini menjadi amanah dari almarhum untuk kita laksanakan dan tunaikan. Membangun Indonesia yang lebih adil, berpancasila bukan hanya kiasan mulut, tapi benar-benar dilaksanakan di dalam berbagai aspek kehidupan,” tambahnya.

Pemimpin Redaksi Koran Republika Irfan mengatakan Buya Syafii merupakan sosok yang sangat spesial bagi Republika. Sejak tahun 1995 mulai mengirimkan tulisan untuk suplemen TEKAD yang merupakan bagian dari Republika. Tulisan pertamanya berjudul ‘SARA, Pemicu Konflik?’ Kemudian Buya mulai mengisi rubrik Resonansi sejak tahun 2004 dengan judul pertama karyanya ‘Bangkit Secara Otentik’. “Secara rutin beliau menulis setiap pekan. Karyanya ditulis dengan sangat independen. Bahkan terkadang juga berbenturan dengan pendapat kebanyakan,” katanya.

Tulisan terakhir Resonansi berjudul ‘Serangan Umum 1 Maret 1949.’ Dengan kepulangan beliau, tambahnya, membuat dirinya kehilangan sebagian energi “Insyaallah beliau Husnul Khatimah,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam menyampaikan salam dari Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Asia, dan Timor Leste. Dirinya mengatakan bahwa Buya Syafii sebagai orang yang hebat, pemimpin dengan pandangan yang luas, dan menjadi inspiriasi bagi bangsa Indonesia dan juga umat Islam di seluruh dunia. Menurutnya, Buya Syafii merupakan teman yang hebat dan selalu memberikan semangat baginya untuk selalu percaya diri memainkan peran yang aktif sebagai seorang Muslim mewakili dunia barat. Dia juga percaya dengan pluralisme, juga negara yang plural dan mengajak menjalani hidup dalam napas toleransi. “Dia juga menginspirasi kami dengan kebijakannya, wawasan-wawasannya kerendah-hatian, dan juga serta cintanya kepada masyarakat (manusia),” tukasnya.

“Semoga kiranya Allah SWT selalu mempermudah jalan beliau dalam kehidupan fase berikut. Dan juga kiranya Allah selalu memberikan semangat dan kebijakan untuk belajar dari Buya kepada kita semua juga menyerap semua ajaran-ajaran maupun contoh-contoh keteladannya,” tutupnya. (Cris)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement