Jumat 03 Jun 2022 13:32 WIB

Utusan AS Bertemu Korsel dan Jepang Bahas Kemungkinan Uji Coba Senjata Nuklir Korut

Korea Utara pertama kali melakukan uji coba senjata nuklir pada 2006.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Evaporator 242-A, yang menghilangkan cairan dari limbah nuklir, ditampilkan di Reservasi Nuklir Hanford, Kamis, 2 Juni 2022, selama tur fasilitas di Richland, Wash. oleh Gubernur Washington Jay Inslee. Inslee, yang baru-baru ini mengkritik lambatnya pembersihan limbah di fasilitas itu, mengulangi pesannya pada Kamis bahwa lebih banyak uang federal diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Evaporator 242-A, yang menghilangkan cairan dari limbah nuklir, ditampilkan di Reservasi Nuklir Hanford, Kamis, 2 Juni 2022, selama tur fasilitas di Richland, Wash. oleh Gubernur Washington Jay Inslee. Inslee, yang baru-baru ini mengkritik lambatnya pembersihan limbah di fasilitas itu, mengulangi pesannya pada Kamis bahwa lebih banyak uang federal diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Utusan khusus Amerika Serikat (AS) untuk Korea Utara Sung Kim melakukan pertemuan dengan perwakilan Korea Selatan dan Jepang di Seoul pada Jumat (3/6/2022). Mereka membahas kemungkinan coba nuklir yang akan dilakukan Pyongyang dalam waktu dekat.

Kim menyatakan, Washington sedang mempersiapkan semua kemungkinan dalam koordinasi yang erat dengan kedua sekutu. Pejabat intelijen Korea Selatan dan AS mengatakan, telah mendeteksi upaya Korea Utara untuk mempersiapkan tempat pengujian timur lautnya.

Baca Juga

"AS menilai bahwa DPRK sedang mempersiapkan di lokasi uji Punggye-ri untuk apa yang akan menjadi uji coba nuklir ketujuh. Penilaian ini konsisten dengan pernyataan publik DPRK sendiri baru-baru ini,” kata Kim menggunakan inisial nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.

Korea Utara pertama kali melakukan uji coba senjata nuklir pada 2006 dan yang terakhir pada September 2017. Ketika itu, Pyongyang  mengklaim telah meledakkan bom termonuklir agar sesuai dengan rudal balistik antarbenuanya.

Selain berkoordinasi dengan Seoul dan Tokyo mengenai perencanaan kontinjensi, Washington juga siap untuk membuat penyesuaian jangka pendek dan jangka panjang terhadap postur militer ketiga negara. "Menanggapi setiap provokasi DPRK dan sebagaimana diperlukan untuk memperkuat pertahanan dan pencegahan untuk melindungi sekutu kita di kawasan itu," kata Kim.

Direktur jenderal Jepang untuk Urusan Asia dan Oseania Funakoshi Takehiro mengatakan, serentetan uji balistik Korut tahun ini dan kemungkinan persiapan uji coba nuklir menggarisbawahi perlunya tanggapan internasional yang lebih kuat. Dia menyesalkan kelambanan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas uji coba Korut baru-baru ini.

Sedangkan perwakilan Korea Selatan di utusan nuklir Kim Gunn mengatakan, pengembangan senjata nuklir dan rudal Korea Utara hanya akan memperkuat kerja sama keamanan antara AS dan sekutu Asianya. Tindakan negara tetangga itu hanya akan memperdalam isolasi dan kesengsaraan ekonomi.

"Itulah mengapa sangat penting untuk mengarahkan Korea Utara kembali ke jalur dialog dan diplomasi," kata Kim.

Negosiasi nuklir antara Washington dan Pyongyang telah terhenti sejak 2019 karena ketidaksepakatan dalam pertukaran pelepasan sanksi. Negara ini telah melakukan uji coba rudal 17 kali pada 2022, termasuk demonstrasi ICBM pertamanya dalam hampir lima tahun.

Rusia dan China pekan lalu memveto resolusi yang disponsori AS yang akan memberlakukan sanksi tambahan terhadap Korea Utara atas uji balistik terbarunya pada 25 Mei. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, AS masih akan mendorong sanksi tambahan jika Korea Utara melakukan uji coba nuklir baru. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement