Jumat 03 Jun 2022 15:30 WIB

Biden Salahkan Partai Republik Atas Maraknya Penembakan Massal di AS

Partai Republik mengakhiri undang-undang tentang senjata serbu pada 2004.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mendesak pelarangan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi setelah serangkaian penembakan massal di negara tersebut.
Foto: AP/Susan Walsh
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mendesak pelarangan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi setelah serangkaian penembakan massal di negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mendesak pelarangan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi setelah serangkaian penembakan massal di negara tersebut. Biden secara terbuka menyalahkan Partai Republik atas terjadinya insiden-insiden berdarah tersebut.

“Kita perlu melarang senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi. Jika kita tidak bisa melarang senjata serbu, maka kita harus menaikkan usia untuk membelinya dari 18 (tahun) menjadi 21 (tahun),” kata Biden dalam pidatonya di Gedung Putih pada Kamis (2/6/2022) malam, dikutip the Guardian.

Baca Juga

Biden menjelaskan, pada 1994, AS telah mengesahkan undang-undang (UU) pelarangan senjata serbu yang memperoleh dukungan bipartisan di Kongres. “Sembilan kategori senjata semi-otomatis termasuk dalam larangan, seperti AK-47 dan AR-15,” ucapnya.

Biden mengklaim, selama UU itu berlaku, kasus penembakan massal di AS menurun. Namun dia menyayangkan, Partai Republik membiarkan UU tersebut berakhir pada 2004. “Setelah Partai Republik membiarkan undang-undang itu berakhir pada 2004 dan senjata-senjata diizinkan untuk dijual lagi, penembakan massal meningkat tiga kali lipat. Itulah fakta-faktanya,” katanya.

Dalam situasi saat ini, Biden mendesak agar pemeriksaan latar belakang individu yang ingin memiliki senjata diperluas. Hal itu agar senjata-senjata tak jatuh ke tangan orang yang keliru, seperti penjahat, buronan, dan orang-orang di bawah perintah penahanan. "Ada terlalu banyak sekolah lain, terlalu banyak tempat hari lain yang telah menjadi ladang pembantaian, medan perang, di sini, di Amerika,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Biden sempat menyampaikan laporan baru-baru ini yang dirilis Centers for Disease Control and Prevention Center (CDC). Laporan itu menyebut, senjata menjadi penyebab utama kematian di antara anak-anak. “Selama dua dekade terakhir, lebih banyak anak usia sekolah yang tewas akibat senjata api daripada gabungan petugas polisi dan militer yang bertugas aktif,” ucap Biden.

Ia berpendapat, saat ini saatnya Senat AS mengambil tindakan. Biden pun mendesak 10 senator Partai Republik turut serta dalam upaya pengetatan kepemilikan senjata. “Fakta bahwa mayoritas Senat Republik tidak ingin proposal ini diperdebatkan atau diajukan untuk pemungutan suara, menurut saya tidak masuk akal. Kita tidak bisa mengecewakan rakyat Amerika lagi,” kata Biden.

Kendati demikian, dalam pidatonya, Biden menekankan, tujuan dari hal itu bukan untuk menentang Amandemen Kedua. Biden tetap memperjuangkan mereka yang membeli dan menyimpan senjata secara legal. “Kami percaya, kita harus memperlakukan pemilik senjata yang bertanggung jawab sebagai contoh bagaimana setiap pemilik senjata harus berperilaku. Saya menghormati budaya dan tradisi serta keprihatinan pemilik senjata yang saha. Pada saat yang sama, Amandemen Kedua tidak mutlak,” ucapnya.

Menurut data Gun Violence Archive (GVA), sepanjang tahun ini, AS sudah melaporkan 233 kasus penembakan massal, termasuk yang paling terbaru di Natalie Medical Building di Tulsa, Oklahoma, pada Rabu (1/6/2022) lalu. GVA mencirikan penembakan massal sebagai empat atau lebih tembakan atau korban terbunuh, tidak termasuk pelaku.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement