Jumat 03 Jun 2022 19:57 WIB

Pendekatan Seni dan Budaya Dinilai Efektif Tangkal Paham Terorisme

kelompok radikal dinilai cenderung anti dengan seni dan kebudayaan.

Terorisme (ilustrasi)
Foto: republika
Terorisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Seiring dengan terus berkembangnya pola penyebaran paham terorisme, upaya penanggulangannya pun juga harus terus berkembang, yaitu dengan memanfaatkan berbagai elemen yang ada. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan seni dan budaya. Di mana seni dan budaya ini dianggap bisa menjadi pola penanggulangan yang efektif terhadap penyebaran paham terorisme.

"Peran seni budaya sangat efektif, karena kalau kita lihat dari perspektif radikalisme dan terorisme, tidak bisa parsial. Karena orang radikal itu memiliki karakter kontrol emosional yang labil, jiwanya tidak lembut, hatinya keras, lebih mengedepankan simbol-simbol keagamaan dan lebih mengutamakan ritualitas keagamaan. Nah dengan membangun atau menggelorafikasi untuk mencintai seni dan budaya melalui event seperti ini tentunya harapan kita masyarakat akan mencintai bangsa dan negaranya," ungkap Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Po  R Ahmad Nurwahid saat menghadiri kegiatan pagelaran seni dan budaya Merawat Perbedaan dalam Bingkai Kebhinekaan yang diselengarakan oleh Pelangi Cinta Nusantara (PCN)di GOR Tri Bhakti, Magelang, Jawa Tengah (31/5/2022).

Lebih lanjut Nurwakhid menjelaskan kelompok radikal cenderung anti dengan seni dan kebudayaan. Karena pemahaman seperti itu harus dilawan dengan semakin meningkatkan pendekatan-pendekatan seni dan budaya dalam masyarakat. Sehingga masyarakat tergerak untuk mencintai budayanya dan tak termakan paham kelompok radikal.

"Kelompok teroris itu anti dengan seni dan budaya serta kearifan lokal. Hatinya keras, makanya kita harapkan dengan pendekatan seni budaya seperti ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Magelang ini tergerak untuk mencintai seni dan budaya. Karena dengan seni dan budaya akan melembutkan hati, akan membuat jiwa menjadi penuh kasih sayang, sehingga akan terbangun toleransi serta kebinekaan dan keberagaman” ungka mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Polri ini.

Lebih lanjut, alumni Akpol tahun 1989 ini mengungkapkan, kecintaan terhadap seni dan budaya lokal pun harus diiringi dengan keterbukaan terhadap budaya lain. Di mana pada saat ini dengan transparansi dan globalisasi, pengaruh budaya asing pun nyata adanya, sehingga harus disikapi dengan bijak, dan dijadikan sarana untuk saling mengenal sesama manusia.

"Harapan kita pada generasi muda pada khususnya, apakah itu generasi milenial, generasi Z, ataupun para penggiat budaya, penggiat seni, untuk mencintai seni dan budaya bangsanya. Walapun di era transparansi dan di era globalisasi ini banyak masuk budaya atau pengaruh asing," kata mantan Kapolres Gianyar ini

Oleh karena itu dirinya meminta kepada masyarakat utamanya kaum moderat untuk menyikapi dengan bijak, bukan menolak, tapi justru menyambut dan kalau bisa mengolaborasikan antara budaya nusantara dan budaya asing. Karena budaya adalah infrastruktur, budaya adalah sarana untuk saling mengenal diantara anak bangsa, dan diantara umat manusia yang berbeda-beda.

"Karena perbedaan itu sunatullah, dan harus sikapi dengan untuk saling mengenal,sehingga kita saling menghormati, saling menyayangi,saling melengkapi dan saling memanusiakan sesame manusia” ungkap mantan Kadensus 88, Polda DIY ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement