Rabu 08 Jun 2022 09:52 WIB

PMK Meluas, Bupati Semarang Usulkan Status KLB

Jumlah hewan ternak yang terindikasi PMK sudah mencapai 1.088 ekor.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Aktivitas jual beli hewan ternak di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Kamis (12/5/2022). Menyusul tingginya risiko penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) masyarakat diimbau lebih berhati- hati dalam pemilihan hewan ternak yang akan dibeli.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Aktivitas jual beli hewan ternak di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Kamis (12/5/2022). Menyusul tingginya risiko penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) masyarakat diimbau lebih berhati- hati dalam pemilihan hewan ternak yang akan dibeli.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang belum tetapkan penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak ruminansia di daerahnya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Kendati penyebaran penyakit hewan ternak kuku belah ini berlangsung sangat cepat dan hampir merata di 19 kecamatan, penetapan status KLB tidak serta merta dapat dilakukan.

"Untuk penetapan KLB PMK ada kriteria tertentu," ungkap Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Wigati Sunu, di Ungaran, Rabu (8/6).

Menurutnya, Dispertanikap  mencatat, hingga Selasa (7/6) kemarin, jumlah hewan ternak yang terindikasi PMK di Kabupaten Semarang sudah mencapai 1.088 ekor.

Jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan pekan sebelumnya yang masih berada di angka 872 ekor hewan ternak, terdiri dari hewan ternak sapi, kambing dan domba.

Terkait kasus PMK yang kian meluas ini, masih jelas Wigati Sunu,  Bupati Semarang sudah membuat laporan ke Gubernur Jawa Tengah untuk diteruskan ke Kementerian Pertanian.

"Jadi apakah kita sudah memenuhi kriteria KLB dengan kondisi penyebaran PMK yang sekarang ini, kita tunggu saja instruksi selanjutnya dari Kementerian Pertanian," tegasnya.

Namun begitu, ia juga menjelaskan tidak akan ada perbedaan penanganan PMK terkait dengan  status KLB maupun bukan KLB, kecuali dalam hal penganggaran yang akan lebih fleksibel.

Karena untuk kebutuhan penanganan wabah PMK yang kian meluas dalam hal penganggaran akan lebih leluasa, misalnya dapat  menggunakan dana tidak terduga (DTT).

"Prinsipnya penanganan tetap sama mulai dari pengobatan hingga pengawasan, namun saat ini anggaran kita terbatas dan penanganan PMK butuh dana yang besar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement