Rabu 08 Jun 2022 16:21 WIB

BKN Yogyakarta Beri Tanggapan Kasus Guru Suwarti

PNS diminta terus memperbarui informasi mengenai aturan-aturan kepegawaian.

Rep: c01/ Red: Fernan Rahadi
Viral (ilustrasi)
Foto: picpedia.org
Viral (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yogyakarta memberikan tanggapan terkait kasus yang menimpa Suwarti. Seperti yang sempat ramai dibicarakan sebelumnya, seorang guru agama bernama, Suwarti dari SD Negeri Jetis 2, Sambirejo, Sragen diminta untuk mengembalikan gaji selama dua tahun ketika pensiun.

Humas Kanreg I BKN Yogyakarta, Ridlowi mengatakan kasus tersebut terjadi karena adanya miskonsepsi mengenai peraturan Batas Usia Pensiun (BUP).

"Beliau ini terdata sebagai guru tetapi bukan JFT (Jabatan Fungsional Tertentu-Red) guru. Di data aplikasi beliau ini tertulis sebagai guru, walaupun itu pelaksana guru atau jabatan pelaksana karena belum bisa diangkat ke jabatan fungsional yang aturan pensiunnya 60 tahun," kata Ridlowi saat ditemui di Kanreg I BKN Yogyakarta pada, Selasa (6/8/2022).

Staf Analisis Kepegawaian, Endang Purwati menjelaskan meskipun telah memiliki ijazah S1, Suwarti tidak bisa otomatis diangkat dalam jabatan fungsional guru.

"Bahwa untuk bisa menggunakan ijazah S1 itu kan ada syarat-syaratnya. Selain S1, syarat lain untuk masuk jabatan fungsional harus melakukan penyesuaian ijazah dari golongan 2 ke golongan 3 sementara beliau belum. Kebetulan di Sragen ada aturan dua tahun baru bisa PI (Penyesuaian Ijazah-Red)," jelas Endang.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, staf lain dari bagian Analisis Kepegawaian, Sukisna memberikan klarifikasi atas pernyataan yang mengatakan Suwarti tidak diakui sebagai PNS. Menurut Sukisna, hal itu sama sekali tidak benar. Ia juga mengoreksi jumlah uang yang harus dikembalikan oleh Suwarti sekitar Rp 90 juta bukan Rp 160 juta.

Selain diminta untuk mengembalikan gaji selama dua tahun, Suwarti juga terancam tidak mendapatkan hak pensiun. Sukisna menjelaskan hal tersebut terjadi karena ketika dilakukan verifikasi terhadap data kepegawaiannya ditemukan persyaratan masa kerja yang kurang terpenuhi.

"Bu Suwarti itu statusnya sebagai PNS. Hanya saja, ketika sampai batas usia pensiun itu diajukan tidak mendapatkan hak pensiun karena masa kerjanya baru empat tahun sembilan bulan. Untuk kasus Bu Suwarti paling tidak harus terpenuhi selama lima tahun tetapi itu kan masih kurang sehingga tidak bisa mendapatkan hak pensiun,” jelas Sukisna.

Menurut Sukisna, keputusan bahwa Suwarti tidak bisa mendapatkan hak pensiun telah sesuai dengan peraturan UU Nomor 11 Tahun 1969 yang menjelaskan bahwa untuk bisa memperoleh hak pensiun, masa kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekurang-kurangnya adalah lima tahun.

Ridlowi juga meluruskan kabar jika negara tidak memberikan penghargaan atas pengabdian yang telah dilakukan Suwarti selama 35 tahun mengajar. Menurut, Ridlowi salah satu bentuk penghargaan yang diberikan negara atas dedikasi Suwarti adalah mengangkatnya menjadi PNS tanpa melalui tes.

"Beliau mengabdi selama puluhan tahun dan sudah dihargai menjadi PNS. Selain itu, lamanya waktu mengabdi juga berpengaruh terhadap besaran gaji yang diterima setelah jadi PNS," ujar Ridlowi.

Dengan adanya kasus ini, Kanreg I BKN Yogyakarta berharap agar masyarakat khususnya para pegawai negeri untuk terus memperbarui informasi mengenai aturan-aturan kepegawaian. Selain itu, Sukisna juga berpesan bahwa pemahaman mengenai PNS yang akan mendapatkan hak pensiun ketika purna tugas tidak selamanya benar karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hak pensiun.

Sebelumnya, kasus Suwarti, PNS guru agama SDN Jetis 2 Sambirejo Sragen, yang tidak diakui sebagai guru dan diminta mengembalikan gaji selama dua tahun saat pensiun ramai menjadi sorotan dan perbincangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement