Kamis 09 Jun 2022 19:12 WIB

Pengamat Yakin India Harus Ikut Menanggung Mahalnya Konsekuensi Atas Aksi Penghinaan Nabi

India kerap dilanda kabar yang kurang sedap akan perlakuannya terhadap muslim.

 Polisi India menahan aktivis All India Majlis-e-Ittehadul Muslimeen (AIMIM) selama protes di New Delhi, India, Kamis (9/6/2022). Aktivis AIMIM memprotes juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), Nupur Sharma, komentar kontroversial tentang Nabi Islam Muhammad. BJP telah menangguhkan Sharma dari posisinya sementara 16 negara Islam mengutuk pernyataannya.
Foto: EPA-EFE/RAJAT GUPTA
Polisi India menahan aktivis All India Majlis-e-Ittehadul Muslimeen (AIMIM) selama protes di New Delhi, India, Kamis (9/6/2022). Aktivis AIMIM memprotes juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), Nupur Sharma, komentar kontroversial tentang Nabi Islam Muhammad. BJP telah menangguhkan Sharma dari posisinya sementara 16 negara Islam mengutuk pernyataannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi penghinaan Nabi Muhammad SAW oleh dua politisi dari Partai Bharatiya Janata (BJP) harus 'dibayar mahal' oleh India. Hampir semua negara-negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim melakukan tekanan politik dan ekonomi yang bisa mengancam posisi India di dunia.

"Partai penguasa India tersebut kena batunya sekarang. Dunia menekannya dengan serius. Kalau tidak direspons serius, India akan mengalami masalah serius. Ini soal agama, hal mendasar yang menggerakan manusia untuk melawan secara kuat," kata pengamat Hubungan Internasional dari FISIP Universitas Nasional Robi Nurhadi di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga

Menurut Robi, sejak berkuasa pada tahun 2014 hingga sekarang, BJP dengan Perdana Menterinya Narendra Modi cenderung permisif terhadap kelompok radikal yang menekan muslim di India. Keadaan tersebut telah menjadi salah satu faktor yang melahirkan tindakan dari politisi seperti Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jindal saat ini.

"Akibat ulah dua politisi tersebut, India akan mengalami kerugian bisnis karena pemboikotan produknya dan pembatalan kontrak-kontrak bisnisnya. Pemerintah India juga harus mengeluarkan anggaran tidak sedikit untuk menangani demonstrasi di dalam dan luar negeri," kata Robi.

Dosen Magister Ilmu Politik tersebut mengingatkan bahwa di tengah dunia tanpa batas saat ini, sudah harus meninggalkan politik hegemoni mayoritas yang keliru. "Kita tidak hidup sendiri meski merasa bahwa kita yang paling banyak hari ini. Media sosial sudah membuat dunia hari ini seperti telanjang. Apa yang kita lakukan, dunia akan segera tahu," ujar Robi.

India kerap dilanda kabar yang kurang sedap akan perlakuannya terhadap muslim. Meski tidak menjelaskan sikap mayoritas orang India, perilaku kelompok radikal tersebut telah merugikan citra India. Protes besar-besaran awal Juni ini merupakan puncak kemarahan setelah dua politisi India melakukan penghinaan Nabi Muhammad SAW di media massa. Nupur Sharma

melontarkan pernyataannya pada acara debat terkait perselisihan di Masjid Gyanvapi di Kota Varanasi, Uttar Pradesh yang disiarkan oleh stasiun televisi Times Now pada akhir Mei 2022. Sedangkan Naveen Kumar Jindal melalui akun Twitter pribadinya melontarkan pernyataan kontroversial terkait Nabi Muhammad SAW. 

"Saya kira partai penguasa India mesti sadar dan lebih bersikap santun untuk saling menghargai antarpemeluk agama yang berbeda di mana pun. India kan negara besar. Jangan dikecilkan oleh kepentingan politik sesaat yang merugikan masa depan India ke depan," kata alumni Center for History, Politic and Strategy, UKM Malaysia ini.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menyesalkan pernyataan politikus partai Bharatiya Janata Party (BJP) India Nupur Sharma yang menghina Nabi Muhammad dalam sebuah debat di stasiun TV setempat.

“MUI menyesalkan pernyataan Juru Bicara BJP yang menghina Nabi Muhammad SAW dalam debat di televisi India terkait kisruh antara Masjid Gyanvapi yang bersebelahan dengan kuil Kashi Vishnawanth dalam satu situs yang sama di Varanasi, India,” ujar Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri Prof Sudarnoto Abdul Hakim seperti dilansir Antara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement