Senin 13 Jun 2022 15:36 WIB

Harga Garam Tinggi, Petani Gigit Jari

Harga garam saat ini sudah mencapai Rp 1.200 per kg dari sebelumnya Rp 800 per kg. 

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Petani memanen garam di areal tambak garam desa Santing, Losarang, Indramayu.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di areal tambak garam desa Santing, Losarang, Indramayu.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Memasuki pertengahan Juni 2022, harga garam semakin tinggi. Namun sayang, para petani garam tak bisa menikmati tingginya harga itu.

"Petani garam sekarang sudah tidak memiliki stok garam, sudah habis dijual saat panen akhir tahun lalu," ujar seorang petani garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi, kepada Republika, Senin (13/6).

Robedi menyebutkan, harga garam saat ini sudah mencapai Rp 1.200 per kilogram. Padahal saat petani garam memasuki akhir musim kemarau tahun lalu, harganya masih di kisaran Rp 700 - Rp 800 per kilogram.

Menurut Robedi, kenaikan harga garam sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Harganya terus merambat hingga kini akhirnya mencapai Rp 1.200 per kilogram. Namun, para petani garam pun hanya bisa menyaksikan kenaikan harga itu tanpa bisa menikmatinya.

Robedi mengungkapkan, masa produksi garam pada tahun lalu hanya sekitar dua bulan. Hal itu karena singkatnya musim kemarau sehingga membuat produksi garam oleh petani menjadi terhambat.

"Hasil produksi tahun kemarin hanya sedikit, langsung dijual untuk memenuhi kebutuhan," kata Robedi.

Robedi mengatakan, hingga saat ini para petani garam di wilayahnya belum memulai kembali masa produksi garam. Dia menyebutkan, masa produksi garam rencananya akan dilakukan pada Juli mendatang.

Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, membenarkan tingginya harga garam. Dia menyebutkan, harga garam pada hari ini mencapai Rp 1.100 – Rp 1.200 per kilogram.

"Sekarang ini harga garam tinggi. Tapi petani tidak bisa menikmati karena stok garam mereka sudah habis," ucap Taufik, Senin (13/6).

Dia menjelaskan, tingginya harga garam itu disebabkan minimnya ketersediaan garam saat ini. Pasalnya, masa produksi garam tahun ini belum dimulai. Sedangkan masa produksi garam tahun 2021 sudah berakhir sejak beberapa bulan yang lalu.

"Sekarang petani juga belum mulai menggarap (tambak garam) lagi," kata Taufik.

Taufik menyebutkan, normalnya masa penggarapan tambak garam dimulai pada pertengahan Juni hingga November. Namun, dia mengaku, tidak mengetahui pasti apakah masa penggarapan itu akan berlangsung normal atau tidak.

"Prediksi BMKG tahun ini kemarau basah. (Masa penggarapan tambak garam) akan sangat terdampak," tutur Taufik.

Taufik menyatakan, total luas lahan tambak garam di Jawa Barat ada sekitar 3.500 hektare. Dari jumlah itu, hingga saat ini belum ada yang memulai penggarapan lahan. "Sementara ini belum ada," kata dia.

Seperti diketahui, musim kemarau 2022 di Wilayah Ciayumajakuning diwarnai fenomena La Nina. Hal itu menyebabkan hujan masih sering mengguyur di wilayah tersebut meski sedang berada di musim kemarau.

Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn (Faiz), menjelaskan, sejak akhir Mei kemarin hingga saat ini terjadi perubahan dinamika cuaca. Yakni, berupa suhu laut di perairan Jawa yang masih hangat.

Selain itu, lanjut Faiz, saat ini juga masih terjadi fenomena ‘La Nina’. Hal tersebut menyebabkan suplai penguapan dan massa udara menjadi lebih banyak sehingga potensi awan-awan hujan juga banyak terbentuk.

"Maka dari itu, sampai saat ini masih cukup sering terjadi hujan," ujar Faiz.

Faiz menambahkan, untuk tahun 2022 ini, musim kemaraunya disebut juga kemarau  di atas normal. Maksudnya, jumlah curah hujannya diatas normal dari rata-ratanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement