Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Memberikan Pinjaman Kepada Allah SWT. Mengapa Tidak?

Agama | Wednesday, 15 Jun 2022, 10:44 WIB
Tabungan Amal Masjid Babul Maghfirah, Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar (Dok Humas BKM)

Tidak semua orang senang meminjamkan sesuatu yang dimilikinya kepada orang lain. Apalagi jika pernah merasakan betapa sulitnya saat meminta kembali apa yang sudah dipinjamkan tersebut.

Namun memberikan pinjaman kepada Allah SWT tentu tidak sama dengan meminjamkan kepada manusia.

Memberi pinjaman kepada Allah yang dimaksudkan disini merupakan sebuah ungkapan. Pada hakikatnya Allah SWT tidak membutuhkan pinjaman/pemberian dari siapapun.

Allah adalah Maha Kaya. Zat yang tidak membutuhkan pertolongan dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Kecuali semua pinjaman yang dimaksud kembali untuk manusia itu sendiri.

Dalam sebuah Firman yang terdapat dalam Alquran disebutkan, "Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Salah satu memberi pinjaman kepada Allah adalah berinfak/sedekah. Siapa saja di antara kamu yang mau membelanjakan infak yang baik di jalan Allah dan mengharapkan pahala, maka Dia melipatgandakan nya dengan penggandaan yang banyak yang tidak terhitung yang berupa pahala dan balasan yang baik?

Dan Allah menyempitkan dan meluaskan rezeki, maka keluarkanlah infaq dan jangan tanggung-tanggung, karena sesungguhnya Dia Maha Pemberi Rezeki, Dia menyempitkan bagi hamba-hamba-Nya yang dikehendaki dalam hal rezeki dan melapangkan bagi orang lain. Bagi-Nya hikmah yang tinggi dalam hal itu, dan kepada-Nya saja kalian akan dikembalikan setelah kematian, lalu Dia memberikan balasan kepada kalian atas amal perbuatan kalian.

Yuk, berikan pinjaman terbaik dari apa yang kita bisa, dengan berwakaf dan berinfak atau bersedekah, agar kelak pahala indah berbuah surga bisa kita raih dengan bahagia.
Siap untuk meminjami Allah dengan pinjaman yang baik?

Sahabat harus kita pahami bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, ada perjalanan yang lebih panjang yakni perjalanan akhirat. Maka sebaiknya kita mempersiapkan bekal untuk mengarungi perjalanan panjang itu.

Apa bekal yang harus disiapkan itu?

Benar sekali, ibadah dan amal shalih, salah satu amal shalih yang bisa kita lakukan adalah bersedekah.

Coba kita renungkan hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang menemui Nabi Muhammad Saw, lalu ia berkata,

“Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang lebih besar pahalanya?”

Beliau menjawab,

“Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata,

“Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.”, (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1032)

Ibnul Munir menyampaikan bahwa ayat yang dibawakan oleh Imam Bukhari sebelum hadits di atas menunjukkan larangan menunda-nunda untuk berinfak dan supaya menjauhi panjang angan-angan. Juga di dalamnya diajarkan supaya bersegera dalam sedekah, jangan suka menunda-nunda. (Fathul Bari, 3: 285)

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian.” (Qs. Al Munafiqun : 10)

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli.” (Qs. Al Baqarah : 254).

Semoga Allah mampukan kita untuk menjadi hamba yang pandai bersedekah. Amiiin. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image