Senin 20 Jun 2022 11:19 WIB

RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, KPPRI Serap Aspirasi Masyarakat

Aspirasi masyarakag diserap terkait RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak.

 RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, KPPRI Serap Aspirasi Masyarakat. Foto:  Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka
Foto: Dok Republika
RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, KPPRI Serap Aspirasi Masyarakat. Foto: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) RI mendukung rencana cuti melahirkan enam bulan dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).  Badan Legislasi (Baleg) DPR pun sudah melakukan pembahasan awal kerangka RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Ketua Presidium KPPRI, Diah Pitaloka mengatakan, pihaknya terus mengedepankan partisipasi publik dalam merealisasikan RUU KIA. Untuk itu, KPP RI membuka ruang seluas-luasnya bagi masukan berbagai kalangan di masyarakat.

Baca Juga

“Dan mungkin nanti dalam hal kerangka pembahasan RUU kesejahteraan ibu dan anak bisa jadi kita akan banyak topik, tidak hanya menyangkut cuti ya tapi juga ada jaminan sosial ada pelayanan ada ruang laktasi misalnya yang bisa terukur secara mikro sebagai bentuk komitmen negara terhadap tumbuh kembang anak atau hak perempuan,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Cuti Melahirkan 6 Bulan’, Ahad (19/6/2022).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini  menambahkan, RUU KIA sudah dibahas dalam kerangka pembahasan awal di Badan Legislasi. Nantinya akan menjadi RUU inisiatif DPR. 

“Semoga lancar masuk paripurna dan kita juga berharap narasi kesejahteraan ibu dan anak ini menjadi ke depan dalam perspektif pembangunan,” ujar Diah.

Sementara itu, Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Rahayu Saraswati mengungkapkan, tetap perlu waktu transisi dalam penerapan RUU KIA ini. Sehingga nantinya semua pihak dapat menjalankan dengan baik.

Selain 6 bulan cuti melahirkan, dia menerangkan, dalam RUU KIA juga mengatur pengupahan. Di mana dalam tiga bulan pertama cuti pekerja perempuan akan mendapatkan gaji 100 persen. Sementara tiga bulan selanjutnya sebesar 75 persen.

“Bagaimana supaya jangan sampai ada tekanan yang begitu besar sehingga ada pihak-pihak yang akan menolak. Padahal ini kan harusnya bagus buat semuanya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement