Rabu 22 Jun 2022 14:19 WIB

Indonesia akan Hadiri KTT G7 di Jerman Bahas Isu Pangan

Perang yang terjadi di Ukraina menyebabkan terganggunya rantai pasok pangan global.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Menlu RI Retno Marsudi memberikan pengarahan media secara virtual, Rabu (22/6/2022)
Foto: Kemenlu RI
Menlu RI Retno Marsudi memberikan pengarahan media secara virtual, Rabu (22/6/2022)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan menghadiri KTT G7 atas undangan Jerman sebagai Ketua G7 tahun ini. KTT G7 yang akan membahas beberapa isu penting akan dilakukan di Elmau, Jerman pada 26-27 Juni mendatang.

"Indonesia termasuk negara non-G7 atau disebut G7 Partner Countries yang mendapatkan undangan untuk hadir dalam KTT G7, selain Indonesia ada India, Senegal, Argentina, Afrika Selatan," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (22/6/2022).  

Baca Juga

Jokowi, kata Retno, telah mendapatkan permintaan beberapa pertemuan bilateral dengan negara lain. Dalam hal ini, pihak Indonesia akan mengatur semaksimal mungkin pertemuan bilateral dengan para pemimpin G7 dan pemimpin negara undangan.

Retno mengatakan, dalam G7 Summit for Partner Countries, salah satu isu yang akan dibahas adalah mengenai masalah pangan. Isu pangan, energi dan keuangan akhir-akhir ini menjadi pembicaraan dunia karena berkelindan dengan dampak dari Covid-19 hingga perang.

"Meskipun perang terjadi di Ukraina, namun dampaknya dirasakan oleh seluruh dunia. Kita semua paham posisi Ukraina dan Rusia dalam rantai pasok pangan dan energi global," kata Retno.

Retno merangkum laporan pertama yang terbit pada 13 April dari Global Crisis Response Group yang dibentuk oleh Sekjen PBB soal pengaruh kedua negara yang tengah berperang. Ukraina dan Rusia termasuk diantara lumbung roti dunia.

Kedua negara menyediakan 30 persen gandum dan jelai dunia, seperlima dari jagungnya, lebih dari setengah minyak bunga mataharinya. Sementara Rusia adalah pengekspor gas alam teratas dan pengekspor minyak terbesar kedua di dunia.

Retno menegaskan bahwa kenaikan harga pangan dirasakan oleh hampir semua negara di seluruh dunia. Berdasarkan catatan Food and Agriculture Organization (FAO), index pangan global meningkat hingga 16,08 persen pada Mei 2022 dibandingkan Januari 2022 sebelum perang terjadi.

Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga komoditas pangan dunia dibandingkan angka Januari 2022, seperti, daging (8,83 persen), produk susu (6,7 persen), sereal (18,28 persen), minyak nabati 23 persen), gula (6 persen). Sementara khusus produk gandum terjadi lonjakan sekitar 23 persen.

Dari World Bank, Retno juga mencatat kenaikan harga pupuk yang meningkat hingga 30 persen sejak awal tahun 2022. Berdasarkan data beberapa harga pangan dan energi yang dikumpulkan Perwakilan Indonesia di sekitar 79 negara, kenaikan harga hampir terjadi di seluruh negara.

"Kalau ditilik dari harga komoditas seperti bensin, minyak goreng, beras, dan gula, harga di Indonesia masih termasuk rendah atau menengah," jelas Retno.

Dari rata-rata harga bensin di 79 negara (1,41 dolar AS/liter), Indonesia termasuk urutan ke-12 terendah yaitu (0,84 dolar AS/liter). Harga ini juga lebih rendah dari rata-rata harga bensin di ASEAN (1,25 dolar AS/liter).

Sementara itu Retno mencatat untuk harga beras di Indonesia (0,74 dolar AS/kg) juga lebih rendah dari rata-rata di 79 negara (1,75 dolar AS/kg). Indonesia urutan ke-14 dari yang paling rendah. Harga di Indonesia juga lebih rendah dari rata-rata di ASEAN (0,93 dolar AS/kg).

Untuk minyak goreng, harga minyak goreng di Indonesia (1,62 dolar AS/liter), urutan ke-8 terendah dari harga rata-rata di 58 negara yang diteliti (2,63 dolar AS/liter). Harga ini juga lebih rendah dari rata-rata di ASEAN (1,93 dolar AS/liter).

Begitupun untuk gula. Retno mencatat, harga gula di Indonesia 0,00 dolar AS/kg) lebih rendah dari rata-rata di 79 negara yang diteliti (1,28 dolar AS/kg).

"Semua data yang saya sampaikan adalah untuk menunjukkan bahwa semua negara terdampak, kenaikan harga terjadi di semua negara, dan kita dari waktu ke waktu terus memantau kenaikan harga di negara-negara di mana kita memiliki perwakailan," kata Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement