Kamis 23 Jun 2022 12:45 WIB

Kehilangan Keanekaragaman Hayati dapat Rusak Ekonomi

Keruntuhan sebagian ekosistem utama merusak industri yang bergantung pada alam.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung beraktivitas di area Taman Lalu Lintas, Jalan Belitung, Kota Bandung, Ahad (19/6/2022). Keanekaragaman hayati global yang menghilang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang cukup besar pada akhir dekade ini.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pengunjung beraktivitas di area Taman Lalu Lintas, Jalan Belitung, Kota Bandung, Ahad (19/6/2022). Keanekaragaman hayati global yang menghilang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang cukup besar pada akhir dekade ini.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Keanekaragaman hayati global yang menghilang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang cukup besar pada akhir dekade ini. Kondisi ini dapat merugikan banyak negara, termasuk Indonesia.

“Hilangnya keanekaragaman hayati dapat memukul ekonomi dalam berbagai cara. Runtuhnya perikanan, misalnya, menyebabkan gelombang kejut ekonomi di sepanjang rantai pasokan nasional dan ke industri lain,” kata rekan penulis dan peneliti terafiliasi di Cambridge's Bennett Institute dan Associate Professor di University of East Anglia Dr Patrycja Klusak.

Baca Juga

Penelitian yang diterbitkan oleh sekelompok universitas Inggris pada Kamis (23/6/2022), melihat berbagai skenario, termasuk keruntuhan sebagian ekosistem utama merusak industri yang bergantung pada alam. Keruntuhan dapat terjadi pada pertanian dan perikanan yang diandalkan oleh beberapa ekonomi seperti Indonesia.

"Dampak peringkat di bawah skenario keruntuhan layanan ekosistem parsial dalam banyak kasus signifikan dan substansial," kata laporan yang dilakukan oleh University of East Anglia, Cambridge, Sheffield Hallam University dan SOAS University of London.

Dalam studi ini menunjukkan bahwa China dan Malaysia akan terkena dampak paling parah. Penurunan peringkat lebih dari enam tingkat dalam skenario keruntuhan parsial.

Sedangkan Indonesia, India, Bangladesh, dan Ethiopia akan menghadapi penurunan peringkat sekitar empat tingkat. Sementara hampir sepertiga negara yang dianalisis akan mengalami penurunan peringkat lebih dari tiga.

Diperkirakan bahwa dampak merugikan akan mengakibatkan 58 persen dari 26 negara yang diteliti menghadapi setidaknya satu tingkat penurunan peringkat kredit negara. Biaya utang tambahan itu berarti pemerintah memiliki lebih sedikit untuk dibelanjakan dan hal-hal seperti tingkat hipotek akan naik.

Peringkat mempengaruhi berapa banyak pemerintah harus membayar untuk meminjam di pasar modal global. Penurunan peringkat akan menghasilkan antara 28 miliar hingga 53 miliar dolar AS biaya bunga tambahan setiap tahun.

Bagi China, penurunan kelayakan kredit itu akan menambah tambahan 12 miliar hingga 18 miliar dolar AS pada tagihan pembayaran bunga tahunannya. Sementara sektor korporasi negara yang berhutang tinggi akan menimbulkan tambahan 20 miliar hingga 30 miliar dolar AS. Biaya Malaysia akan meningkat antara 1 miliar hingga 2,6 miliar dolar AS, sementara itu perusahaan perlu menanggung tambahan 1 miliar hingga 2,3 miliar dolar AS.

"Lebih penting lagi, kedua penguasa ini akan beralih dari investasi ke tingkat spekulatif," kata laporan itu.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement