Kamis 23 Jun 2022 16:26 WIB

Pancasila Dinilai Menyatukan Perbedaan dan Keanekaragaman

Generasi muda harus menjaga nilai-nilai Pancasila.

 Pancasila Dinilai Menyatukan Perbedaan dan Keanekaragaman. Foto:  Ilustrasi Pancasila
Foto: Republika/Mardiah
Pancasila Dinilai Menyatukan Perbedaan dan Keanekaragaman. Foto: Ilustrasi Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) menyelenggarakan Talkshow Beranda Nusantara dengan tema "Pancasila, Sejarah, dan Tantangannya", Kamis (23/6/2022). 

Pembicara yang hadir, yakni Rohaniawan Katolik dan Budayawan Frans Magnis Suseno, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Asvi Warman Adam, Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam Djanedjri M Gaffar dan hadir secara virtual yakni Ulama Kondang, KH Ahmad Muwafiq.

Baca Juga

Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Janedjri M Gaffar mengatakan, Indonesia memiliki beraneka etnis, suku, ras, agama, hingga bahasa, dan Pancasila mampu menyatukan itu semua. Ia merasa kagum, meski di tengah keanekaragaman tersebut, Pancasila dapat menyatukan semua elemen bangsa ini. Untuk itu, ia meminta agar nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan dalam jiwa.

"Ini yang harus dipahami seluruh anak bangsa. Pancasila sudah teruji dapat mempersatukan seluruh keragaman tanpa menghilangkan keragaman itu sendiri. Inilah (nilai Pancasila) yang harus ditanamkan dalam jiwa anak bangsa terutama generasi milenial," jelasnya di Galeri Tri Prasetya RRI, Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (23/6/2022).

 

Senada dengan Janedjri, Rohaniawan Katolik Franz Magnis Suseno percaya Pancasila bisa menjadi tatanan hidup dalam kehidupan Indonesia yang beragam, sebab di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan.

"Ini menjadi tugas kita bersama, termasuk penguasa, bahwa perlu membuat lebih nyata sila keempat Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab," kata rohaniawan dari ordo Jesuit tersebut.

Menurut Romo Magnis, sila keempat memiliki banyak aspek. Mulai kebebasan beragama, bersosial, dan lain-lain. Maka itu mengedepankan kemanusiaan yang adil dan beradab, akan membuat Indonesia menjadi lebih kokoh.

Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam juga mengatakan, pancasila tidak saja menyatukan ras, suku, budaya, dan agama dalam koridor Bhinneka Tunggal Ika, tapi juga membuat bangsa ini turut bertanggung jawab menciptakan dunia yang lebih damai.

"Pancasila sebagai pemersatu. Bagaimana menghilangkan ketimpangan kaya dan miskin, ketimpangan antara wilayah dan daerah. Apa yang menjadi tujuan bernegara, yaitu mewujudkan perdamaian abadi," kata Asvi.

Asvi Warman Adam mengatakan, sosok Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta berperan penting dalam lahirnya Pancasila.

"Kedua orang itu mempunyai peran yang sangat luar biasa dalam hal penentuan Pancasila dan perumusan Pancasila," ujar Asvi.

Dulu, kata dia, Bung Karno dan Hatta bersama 60 orang anggota Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merumuskan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Bung Karno pun berperan untuk menyampaikan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945.

"Di mana akhirnya tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila, dan proses tersebut telah melalui waktu yang cukup panjang," jelasnya. 

"Sehingga akhirnya kata itu dihilangkan dan ketuhanan ditambah dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jadi Hatta mempunyai peran yang sangat penting, yang melahirkan pancasila seperti yang kita kenal rumusannya seperti ini," tutupnya.

Menjaga nilai Pancasila 

Menurut Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, pemerintah mempunyai tantangan untuk menarasikan implementasi Pancasila kepada generasi milenial. Dikarenakan, saat ini generasi tersebut lebih menyukai dunia media sosial (medsos).

Namun, dibalik itu, Indonesia beruntung karena generasi milenial mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. 

"Milenial sebagai kaum yang meneruskan estafet senior, tantangannya bukan hanya hafalan lima sila. Tetapi, narasi yang paling tepat adalah generasi milenial dapat mengimplementasikan Pancasila dan menjaga Indonesia," jelas Angkie.

"Milenial tidak bisa lepas dari gadget (gawai). Dan kita tidak bisa melawan itu. Memang harus adaptasi. Indonesia beruntung karena menjadi salah satu negara yang siap oleh perubahan zaman," tambahnya.

Sementara, Ulama Kondang, KH Ahmad Muwafiq meminta generasi milenial bisa mengamalkan dan menjaga nilai Pancasila yang sudah diwariskan dari para pahlawan pendiri bangsa. 

Pria yang akrab disapa Gus Muwafiq itu mengingatkan para generasi milenial bahwa sangat sulit menyatukan bangsa-bangsa di Indonesia apabila tidak ada Pancasila. Pancasila pula yang hingga sekarang mengikat bangsa ini menjadi satu dengan bukti Sabang sampai Marauke tetap berada dalam NKRI.

"Spirit agama ini yang menyatukan Indonesia seperti sekarang ini. Ini harus dijaga oleh anak-anak milenial," kata Gus.

Gus Muwafiq mencontohkan banyak bangsa yang terpecah-belah karena tidak memiliki falsafah bernegara. Seperti di Arab, menurut dia, satu bangsa menjadi puluhan negara. Begitu juga Eropa, satu bangsa tetapi memilih menjadi puluhan negara.

"Indonesia puluhan bangsa bersepakat dengan satu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini sisi fundamental dari keberagaman, biar beda suku dan agama tapi tetap bertanggung jawab," ujarnya. 

"Dan itu bukan hal yang mudah meletakkan kompromi-kompromi bangsa ini dibangun," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement