Senin 27 Jun 2022 06:36 WIB

Politisi PDIP Minta Anies Tanggung Jawab Dampak Perubahan Nama Jalan

Politisi PDIP meminta Anies tanggung jawab terhadap dampak perubahan nama jalan.

Pengendara melintas di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan perubahan 22 nama jalan di Jakarta dengan nama toko Betawi, salah satunya Jalan Warung Buncit Raya menjadi Jalan Hj Tutty Alawiyah. Politisi PDIP meminta Anies tanggung jawab terhadap dampak perubahan nama jalan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara melintas di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan perubahan 22 nama jalan di Jakarta dengan nama toko Betawi, salah satunya Jalan Warung Buncit Raya menjadi Jalan Hj Tutty Alawiyah. Politisi PDIP meminta Anies tanggung jawab terhadap dampak perubahan nama jalan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan bertanggungjawab atas dampak sistemik yang ditimbulkan dari perubahan nama 22 jalan di Ibu Kota dalam rangka HUT ke-495 Jakarta.

Pasalnya, kata politisi PDI Perjuangan itu, kebijakan yang sesungguhnya baik dengan menjadikan nama tokoh-tokoh Betawi demi memperkenalkannya pada generasi muda, sekaligus mengenang jasa pada tokoh tersebut.

Baca Juga

Hal ini secara otomatis berdampak pada perubahan data administrasi warga setempat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), BPKB, STNK, dan lain sebagainya.

"Perubahan nama jalan pasti berdampak sistemik, semua data administrasi warga akan berubah semua dan itu akan membuat masyarakat kesulitan. Ini Pemprov DKI mau tidak mau harus tanggung jawab. Kemudian menurut saya juga tidak ada urgensinya, untuk apa? Justru saya khawatir ke depannya akan menimbulkan banyak masalah," kata Kenneth.

 

Menurut Kenneth, seharusnya orang nomor satu di Jakarta itu dalam melaksanakan kebijakan harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat yang terdampak langsung terhadap perubahan nama jalan tersebut yang berefek pada perubahan berbagai jenis data administrasi.

"Kasihan bagi warga yang tidak paham konsekuensi ke depannya, seharusnya dijelaskan bahwa nantinya akan merubah data penduduk, maupun unit usaha di sekitar jalan. Kan mereka pasti harus merubah sertifikat rumah, data alamat IMB, Kartu Keluarga, KTP, BPKB, dan STNK. Sedangkan untuk bisnis harus mengganti alamat dokumen, akta notaris, TDP, NPWP, dan SIUP yang butuh biaya tidak sedikit loh Pak Anies," kata anggota Komisi D itu.

Menurut Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII ini, untuk mengeksekusi kebijakan tersebut, Anies dan jajarannya mau tidak mau harus bertanggung jawab terkait pembiayaan administrasi masyarakat yang datanya berubah, yang otomatis harus dicari solusi pembiayaannya.

"Permasalahannya yang saya khawatirkan cuma satu, uang untuk menanggung biaya tersebut mau diambil dari mana? Kalau mau dibebankan lewat APBD, saya rasa tidak mungkin. Saya yakin bahwa Anggota DPRD juga tidak akan setuju, termasuk saya. Apalagi usai pandemi Covid-19 selama dua tahun ini APBD DKI Jakarta mengalami banyak sekali refocusing dan pengurangan anggaran, jadi tidak mungkin sekali jika diharuskan menanggung beban kebijakan yang seperti ini," tuturnya.

Menurut Kenneth, perubahan nama jalan ini tentunya memberikan kabar gembira kepada warga Betawi. Namun, Pemprov DKI juga harus berfikir terbuka terkait perubahan tersebut, jangan malah terkesan tidak terbuka kepada warga sekitar terkait dampak negatif dan positifnya.

"Gubernur Anies seharusnya bisa berfikir akan dampak negatif dan positifnya kebijakannya ini terhadap masyarakat Jakarta, meskipun sudah ada statement Dinas Dukcapil untuk menggratiskan semua biaya penggantian data KTP dan Kartu Keluarga, masyarakat pasti akan kerepotan bolak-balik ke Dukcapil untuk mengurus berkas tersebut dan pasti akan jadi beban tersendiri buat mereka," ujarnya.

Lalu bagi masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor, untuk merubah datanya otomatis nanti pasti akan ada biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) lagi untuk penggantian material Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

"Pertanyaan saya, apakah Gubernur Anies mau menanggung seluruh biaya tersebut? Karena ke depannya pasti akan menjadi beban dan masyarakat akan direpotkan, serta harus menanggung biaya sendiri. Saya harap ada penjelasan dari Gubernur Anies Baswedan secara holistis, komprehensif dan integral," tutur Kennet.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement