Kamis 07 Jul 2022 23:55 WIB

Lebanon akan Pulangkan Puluhan Ribu Pengungsi Suriah 

Lebanon telah melakukan kajian matang untuk pulangkan pengungsi Suriah

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Pengungsi Suriah (ilustrasi). Lebanon telah melakukan kajian matang untuk pulangkan pengungsi Suriah
Foto: Nabil Mounzer/EPA
Pengungsi Suriah (ilustrasi). Lebanon telah melakukan kajian matang untuk pulangkan pengungsi Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT–Lebanon berencana mulai mengirim kembali puluhan ribu pengungsi Suriah dalam beberapa bulan karena keberatan oleh PBB dan kelompok hak asasi. Kebijakan ini dijelaskan Menteri Pengungsi Lebanon, Issam Charafeddine dalam sebuah wawancara pada Rabu (6/7/2022).

Lebanon memiliki salah satu jumlah pengungsi per kapita tertinggi di dunia dan saat ini dengan menampung lebih dari 1 juta warga Suriah yang melarikan diri dari konflik.

Baca Juga

Para pejabat mengatakan arus masuk itu telah merugikan Lebanon miliaran dolar AS dan semakin merusak infrastrukturnya yang lumpuh sementara negara itu berjuang dengan krisis keuangan. 

“Kami serius mengimplementasikan rencana ini dan kami berharap dapat melakukannya dalam beberapa bulan,” kata Issam Charafeddine dilansir dari The New Arab, Rabu (6/7/2022). 

“Ini rencana yang manusiawi, terhormat, patriotik, dan ekonomi yang diperlukan untuk Lebanon,” tambahnya.  

Menurutnya, Pemerintah Lebanon akan memerlukan pengiriman kembali 15.000 pengungsi Suriah setiap bulan. 

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan kelompok hak asasi menentang pemulangan paksa ke Suriah dan mengatakan praktik itu berisiko membahayakan para pengungsi yang kembali. 

Badan pengungsi PBB dalam sebuah pernyataan pers membantah bahwa mereka terlibat dalam negosiasi dengan Beirut dan Damaskus tentang pemulangan pengungsi. 

"UNHCR terus menyerukan kepada pemerintah Lebanon untuk menghormati hak dasar semua pengungsi untuk kembali secara sukarela, aman dan bermartabat," bunyi pernyataan itu. 

PBB memperkirakan bahwa 90 persen dari rumah tangga pengungsi Suriah hidup dalam kemiskinan ekstrim.  Tetapi sejak akhir 2019, kemiskinan telah memburuk bagi warga Lebanon dan Suriah karena negara Mediterania terus berjuang dengan krisis ekonomi.  

Melonjaknya harga bahan bakar ditambah dengan jatuhnya mata uang berarti banyak komoditas penting sekarang di luar jangkauan masyarakat.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement