Kamis 14 Jul 2022 16:55 WIB

Junta Myanmar Usir Duta Besar Inggris

Vowles ditunjuk sebagai duta besar Inggris untuk Myanmar pada Juli 2021.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Junta Myanmar telah mengusir duta besar Inggris untuk negara tersebut, Pete Vowles.
Foto: AP/Alberto Pezzali
Junta Myanmar telah mengusir duta besar Inggris untuk negara tersebut, Pete Vowles.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Junta Myanmar telah mengusir duta besar Inggris untuk negara tersebut, Pete Vowles. Dia tak mengungkap alasan junta Myanmar memerintahkannya hengkang.

“Waktu saya di Myanmar tiba-tiba berakhir hari ini. Sedih dan menyesal telah dipaksa oleh junta untuk pergi, tapi senang kami tidak menyerah pada tekanan untuk melegitimasi kudeta brutal mereka,” tulis Vowles di akun Twitter resminya, Rabu (13/7), dikutip laman The Diplomat.

Baca Juga

Vowles ditunjuk sebagai duta besar Inggris untuk Myanmar pada Juli tahun lalu. Kendati demikian, dia tidak menyerahkan surat kredensialnya kepada Dewan Administrasi Negara yang dijalankan oleh junta Myanmar. Menurut laporan Nikkei Asia pada Mei lalu, Inggris akhirnya memutuskan menurunkan gelar Vowles menjadi kuasa usaha ad interim. Hal itu sebagai reaksi atas memburuknya situasi politik di Myanmar.

Kebuntuan politik sempat terjadi antara Inggris dan junta Myanmar. Hal itu karena junta Myanmar menolak kehadiran Vowles dan meminta Inggris mengirim calon alternatif. Seperti banyak diplomat asing di Myanmar, Vowles memang secara terbuka mengkritik dan mengecam kekejaman yang dilakukan junta Myanmar.

Pada awal Februari 2021, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November 2020. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari seribu orang dilaporkan tewas sejak demonstrasi pecah Februari 2021 lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement