Cegah Krisis Pangan, Pimpinan DPR Ajak Tingkatkan Produksi Komoditas Dalam Negeri

Masalah pangan karena pangan menyangkut ketahanan nasional.

Senin , 18 Jul 2022, 20:19 WIB
Untuk mencegah krisis pangan di Tanah Air, Pimpinan DPR RI melalui Wakil Ketua Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel mengajak pemerintah dan seluruh masyarakat meningkatkan produksi  komoditas pangan yang masih bisa dipenuhi dari  dalam negeri, seperti daging, susu, dan kacang kedelai.
Foto: istimewa
Untuk mencegah krisis pangan di Tanah Air, Pimpinan DPR RI melalui Wakil Ketua Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel mengajak pemerintah dan seluruh masyarakat meningkatkan produksi komoditas pangan yang masih bisa dipenuhi dari dalam negeri, seperti daging, susu, dan kacang kedelai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Untuk mencegah krisis pangan di Tanah Air, Pimpinan DPR RI melalui Wakil Ketua Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel mengajak pemerintah dan seluruh masyarakat meningkatkan produksi  komoditas pangan yang masih bisa dipenuhi dari  dalam negeri, seperti daging, susu, dan kacang kedelai.

 “Yang dibutuhkan adalah kesungguhan, perlindungan, dan koordinasi. Jadi, bebanya bukan hanya ke Kementerian Pertanian saja, tapi juga melibatkan K/L lain,” kata Rachmat Gobel kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/7/2022).

Baca Juga

Secara merinci Gobel mengungkapkan, pada 2021 produksi dalam negeri kedelai hanya 213.548 ton, sedangkan impornya mencapai 2,48 juta ton atau 95 persen impor. Padahal, pada 2016, petani Indonesia masih mampu memproduksi 1,39 juta ton.

“Untuk kacang kedelai, Indonesia pernah mandiri di masa lalu. Namun, karena salah kebijakan dan tiadanya perlindungan, Indonesia kini tergantung impor. Tapi produksi kedelai kemudian menurun terus,” ujar dia.

Dia menjelaskan, kondisi ketergantungan terhadap impor juga terjadi pada daging, susu, mentega, dan telur. Pada 2017, impor susu, mentega, dan telur mencapai  990 juta dolar AS, lalu pada 2021 melonjak menjadi 1,39 miliar dolar AS. Sedangkan impor daging pada 2017 mencapai 590 juta dolar AS, namun pada 2021 melesat menjadi 965 juta dolar AS.

Hal paling parah, menurut Gobel, adalah impor gandum. Pada 2017, nilai impor gandum mencapai 2,92 miliar dolar AS, lalu pada 2021 melambung menjadi 4,07 miliar dolar AS. “Tanah Indonesia memang tidak cocok untuk tanaman gandum. Namun kita harus melakukan diversifikasi,” ungkapnya.

Dia menegaskan, Indonesia punya komoditas pengganti tepung gandum, seperti tepung sagu, tepung singkong, tepung jagung, tepung ubi, dan tepung talas. Gobel mencontohkan, di Kabupaten Meranti, Riau, ada mie dari bahan sagu. “Jadi, yang diperlukan adalah gerakan nasional mengurangi ketergantungan pangan yang berbahan gandum,” ujar dia.

Di Riau ada mie sagu rasanya enak. Maka saatnya kita beralih, seperti Vietnam membuat mi dari beras, atau Jepang membuat mie dari soba. Demikian pula untuk kueh, sudah saatnya mengandalkan tepung berbahan lokal. Ini harus menjadi gerakan nasional,” kata dia.

Rachmat Gobel mengemukakan, pihaknya sangat peduli pada masalah pangan karena pangan menyangkut ketahanan nasional. “Banyak pemerintahan jatuh dan suatu negara roboh karena tak mampu menyediakan pangan untuk rakyatnya,” ucap dia.