Jumat 22 Jul 2022 15:14 WIB

Komisi Fatwa MUI: Tidak Semua Self Declare Halal Penuhi Syarat

BPJPH mengatakan 25 ribu produk UMK sudah self declare halal.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memaparkan tata cara pengajuan permohonan sertifikasi halal kepada pelaku usaha di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (15/7/2022). Pemerintah mendorong pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal atas produknya sebagai wujud perlindungan bagi konsumen. Komisi Fatwa MUI: Tidak Semua Self Declare Halal Penuhi Syarat
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memaparkan tata cara pengajuan permohonan sertifikasi halal kepada pelaku usaha di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (15/7/2022). Pemerintah mendorong pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal atas produknya sebagai wujud perlindungan bagi konsumen. Komisi Fatwa MUI: Tidak Semua Self Declare Halal Penuhi Syarat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons pernyataan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag). Sebelumnya, BPJPH mengatakan 25 ribu produk usaha mikro kecil (UMK) sudah self declare halal dan menantikan fatwa halal dari Komisi Fatwa MUI.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda menjelaskan total 25 ribu produk tersebut masih dalam tahapan pendaftaran. Dari tahapan pendaftaran, masih harus melalui sejumlah tahapan lagi antara lain verifikasi dokumen pendaftaran dan laporan hasil pendampingan.

Baca Juga

"Produk yang sudah masuk ke Komisi Fatwa MUI langsung ditindaklanjuti, tanpa tunda. Hingga Kamis (21/7/2022), terdapat 5.044 laporan pendamping produk halal yang masuk setelah kurasi, diverifikasi internal dan disidangkan," kata Kiai Miftahul melalui siaran pers yang diterima Republika, Jumat (22/7/2022).

Ia mengatakan, dari dokumen-dokumen produk tersebut, sebanyak 1.000 laporan  produk sudah dibahas dalam sidang Komisi Fatwa MUI. Sementara terdapat 162 laporan produk yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, sisanya sudah difatwakan.

Fatwa itu penetapan hukum untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat, karenanya butuh kehati-hatian. Maka jangan sampai karena mengejar target sehingga tidak memperhatikan kepatuhan, terlebih aspek syariahnya.

"Karena itu MUI berharap, harus ada konsens serius dalam memastikan kelengkapan dan kesesuaian dokumen pemeriksaan, sehingga saat dikirim ke MUI sudah layak sidang," ujar Kiai Miftahul.

Ia memberikan contoh produk yang dianggap tidak memenuhi syarat, terdapat  satu produk yang bahan bakunya hewani. Tapi dokumen pendukung yang disertakan bukan informasi terkait produk hewaninya, melainkan foto orang yang sedang foto bersama. Hal ini tentu mesti menjadi evaluasi bersama.

Ia menambahkan, masalah lain yang sampai hari ini belum dijalankan adalah pihak pelapor dari BPJPH atas produk yang diajukan, yang memberi klarifikasi saat sidang Komisi Fatwa MUI jika dibutuhkan penjelasan. "Hingga hari ini belum ada tim yang bisa bertanggung jawab untuk hadir dalam sidang. Selama ini staf saja," ujar Kiai Miftahul.

Kiai Miftahul menjelaskan, dalam proses sertifikasi halal, penetapan halal dilakukan dalam sidang di Komisi Fatwa MUI. Hal tersebut berjalan seperti biasa karena memang ini menjadi mandat dan tugas keagamaan yang dari dulu hingga kini dilaksanakan dengan baik. 

Ia menegaskan, sidang-sidang fatwa berjalan sesuai dengan prosedur dan pedoman yang dijadikan acuan bagi pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI, baik pada aspek syar'i maupun aspek teknisnya.

"Kita juga sudah meredesain pelaksanaan sidang fatwa yang efisien, khususnya untuk produk yang melalui self declare sehingga kapasitasnya bisa banyak dan cepat. Walau demikian harus tetap memperhatikan aspek kepatuhan, karena ini soal penjaminan halal secara syari," jelas Kiai Miftahul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement