Ahad 24 Jul 2022 17:25 WIB

Kak Seto: Anak-Anak Perlu Diajari Hargai Perbedaan Sejak Dini

Kelompok teroris kerap menarget anak-anak sebagai kelompok yang mudah dipengaruhi.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Prof Seto Mulyadi mengungkapkan perlunya menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman sejak dini kepada anak. Hal itu supaya tercipta desain perlindungan terbaik bagi anak.

"Dengan menanamkan pada anak-anak bahwa setiap anak itu berbeda, unik, autentik, dan tak terbandingkan, sehingga anak-anak itu dari kecil belajar dan diajarkan untuk saling menghargai perbedaan," pria yang akrab disapa Kak Seto itu, akhir pekan lalu.

Dirinya melanjutkan, dengan cara demikian maka setelah dewasa, anak tidak akan memaksakan kehendaknya atau keinginannya sendiri, tapi dia nantinya akan bisa menghargai pandangan dan perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

"Karena manakala virus radikalisme dan intoleransi ini ditanamkan pada anak sejak usia dini, maka mereka akan menerima pandangan-padangan yang keliru mengenai persatuan bangsa, tentunya hal ini sangat berbahaya sekali," katanya.

Pria yang juga seorang psikolog Anak in menilai hal tersebut akan berakibat fatal tatkala menyerang anak-anak muda yang nantinya menjadi penerus perjuangan dan pembangunan di negeri ini. Terlebih, kelompok teroris dewasa ini kerap menarget anak-anak sebagai kelompok yang mudah dipengaruhi.

"Karena para radikalis itu memang menuju ke anak-anak. Di mana anak-anak ini sangat mudah untuk dipengaruhi, dibohongi, diputarbalikkan dan sebagainya yang seolah-olah sebagai suatu yang penuh dengan kasih sayang,' jelas Kak Seto.

Ia juga mengkritisi fakta bahwa virus pada anak tersebut justru datang dari dunia pendidikan, baik informal maupun formal, pada sekolah-sekolah yang didesain khusus untuk kaderisasi kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu.

"Baik itu pendidikan informal dalam keluarga, pendidikan non-formal mungkin yang mungkin dapat terjadi didalam pertemuan-pertemuan seperti RT/RW dan sebagainya. Tentunya ini yang harus diwaspadai dalam memilih sekolah atau lembaga pendidikan agar para orang tua tidak salah pilih dalam menyekolahkan anak-anak kita," ujar Guru Besar bidang Ilmu Psikologi Universitas Gunadarma ini.

Sehingga hal ini tentu harus menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya Keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak namun juga lembaga pendidikan formal, para guru, dan masyarakat luas harus menyadari urgensi dalam menjaga anak.

"Tentunya ya kita semua. Ibaratnya dalam melindungi anak ini perlu orang sekampung. Pertama adalah keluarga, orang tua dalam hal ini. Kedua adalah sistem pendidikan di sekolah dan para guru. Kemudian yang ketiga adalah juga masyarakat luas untuk saling melindungi anak-anak kita. Dan kemudian berikutnya yang kelima adalah pemerintah," kata pria kelahiran Klaten, 28 Agustus 1951 silam ini.

Pria yang meraih gelar Doktor bidang Psikologi dari Universitas Indonesia ini, juga menambahkan, untuk memaksimalkan perlindungan anak maka perlu juga ditanamkan rasa percaya diri, bersyukur dan menghargai diri sendiri serta orang lain.

"Tentunya anak-anak harus belajar percaya diri, belajar penuh rasa syukur, menghargai potensi masing-masing  dan kemudian juga belajar juga menghargai orang lain. Untuk itu di dalam keluarga mohon dibiasakan orang tua juga tidak memaksakan suatu prestasi tertentu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement