Anggota DPR Minta Pemerintah tidak Cabut Kebijakan DMO CPO

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan DMO CPO

Rabu , 27 Jul 2022, 17:24 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO).
Foto: DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO) untuk menjamin ketersediaan bahan baku produksi minyak goreng (migor). Menurut dia, pemerintah tidak bisa hanya mengimbau pengusaha agar mau menyisihkan produksi CPO untuk keperluan produksi migor dalam negeri karena terbukti tidak efektif dan membuat harga migor jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.

"Pendekatan negara tidak cukup sekedar berupa imbauan moral, meminta komitmen pengusaha atau semacam gentlemen agreement terkait dengan penyediaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng (migor) dalam negeri," kata Mulyanto di Jakarta, Rabu (27/7/2022).

Baca Juga

Hal itu dikatakannya menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang menyebutkan rencana penghapusan kewajiban DMO (domestic market obligation)-DPO (domestic price obligation) CPO (minyak sawit mentah) untuk bahan baku migor domestik. Mulyanto menilai imbauan kepada pengusaha adalah pendekatan kultural dalam masyarakat. Namun pendekatan pemerintah semestinya lebih bersifat struktural berbasis regulasi.

Dia mengingatkan, sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga pernah mendesak partisipasi produsen sawit untuk ikut dalam program subsidi migor curah berbasis Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun imbauan ini tidak efektif. 

"Karena itu pemerintah harus mencari alternatif lain yang dapat memaksa pengusaha mengikuti rencana kerja pemerintah. Negara memiliki kontrak sosial dengan masyarakat karenanya pendekatan negara terutama bersifat binding (mengikat) dan compulsory (memaksa) bukan sekedar voluntary (sukarela)," ujarnya.

Terkait hal tersebut, Mulyanto mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dengan rencana menghapus kebijakan DMO-DPO minyak sawit mentah dan menyerahkan ketersediaannya pada kesukarelaan komitmen produsen. Menurut dia, jangan sampai kebijakan tersebut menyebabkan lonjakan harga migor dan memicu inflasi sehingga pemerintah harus mengambil kebijakan secara hati-hati, jangan gegabah, apalagi condong pada pengusaha migor ketimbang masyarakat umum.

Menurut Mulyanto, komoditas migor ini termasuk bahan makanan pokok yang bersifat strategis karena dibutuhkan masyarakat luas sehingga tidak boleh dibiarkan seratus persen dikendalikan pasar. "Pemerintah tidak cukup bekerja berbasis 'imbauan' tetapi harus 'hadir' mengendalikan aspek ketersediaan dan harganya. Jangan sampai komoditas ini langka atau harganya tidak terjangkau masyarakat seperti sebelum-sebelumnya," katanya.

Dia mengatakan, Indonesia sebagai negara produsen migor terbesar di dunia sangat paradoks apabila komoditas migor menjadi barang yang langka dan harganya melonjak tinggi sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat.