Kamis 28 Jul 2022 09:20 WIB

Muharram Awali Tahun Baru Hijriyah, Ini Amalan Sederhana Sarat Pahala yang Bisa Dilakukan

Muharram awal Hijriyah merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pawai tahun baru Hijriyah. Muharram awal Hijriyah merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT
Foto: Antara/Rahmad
Ilustrasi pawai tahun baru Hijriyah. Muharram awal Hijriyah merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Muharam adalah termasuk Asyhurul Hurum atau bulan-bulan haram selain Rajab, Dzulqaidah, dan Dzulhijah.

Sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah, Muharam memiliki banyak keutamaan di dalamnya. Sejumlah peristiwa besar pernah terjadi pada bulan ini.  

Baca Juga

Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Muharam adalah bulan ketika Nabi Nuh alaihhisalam selamat dari banjir bandang yang terjadi pada masanya. Pada bulan tersebut kapal Nabi Nuh terdampar di Gunung Judi. 

Pada Muharam, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kekejaman Firaun. Dan pada Muharam, Nabi Muhammad SAW juga berhasil melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.  

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Iman Krejengan Probolinggo yang juga pimpinan Majelis Ahbaabul Musthofa Probolinggo, Habib Hasan bin Ismail Al Muhdhor, dalam program tanya jawab yang disiarkan langsung oleh kanal resmi YouTube Al Wafa Tarim beberapa hari lalu mengajak umat Muslim untuk mengerjakan amalan-amalan yang disunahkan Rasulullah untuk dikerjakan pada Muharam. Yaitu degan memperbanyak berdzikir dan berpuasa.  

Terlebih pada tanggal 10 Muharam atau disebut puasa Asyura. Maka disunahkan untuk melaksanakan puasa sunnah. 

Namun demikian, Habib Hasan menjelaskan dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan untuk berpuasa pada 10 Muahram dengan mengawali puasa sunnah dari 9 Muharam. Hal ini dilakukan untuk membedakan dengan orang-orang Yahudi. 

 قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.” 

Akan tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dalam riwayat lain disebutkan pula bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

صُومُوهُ وَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا وَ لاَ تُشَبِّهُوَا بِالْيَهُوْدِ

“Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.” 

"Di Mazhab Syafi'i memahami, Nabi akan puasa sepuluh dan sembilan Muharram. Supaya engga sama dengan Yahudi karena Yahudi puasa tanggal sepuluh. Di mazhab yang lain, ulama menafsirkan hadits ini artinya nabi akan puasa tanggal sembilan saja. Tanggal sepuluh yang tidak. Tapi mazhab kita, Imam Syafi'i sembilan dan sepuluh," katanya.     

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement