Selasa 02 Aug 2022 16:55 WIB

Krisis Myanmar Jadi Isu Pokok dalam Pertemuan Menlu ASEAN

Pemulihan pascapandemi dan keamanan regional turut menjadi isu yang didiskusikan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Seorang staf keamanan berjalan di depan logo ASEAN di sebuah hotel tempat Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-55 (AMM ke-55) berlangsung di Phnom Penh, Kamboja, Selasa, 2 Agustus 2022. Para menteri luar negeri Asia Tenggara berkumpul di gedung Ibukota Kamboja untuk pertemuan-pertemuan yang membahas kekerasan yang terus berlanjut di Myanmar dan isu-isu lainnya, bergabung dengan para diplomat tinggi dari Amerika Serikat, China, Rusia dan kekuatan dunia lainnya di tengah ketegangan atas invasi ke Ukraina dan kekhawatiran atas ambisi Beijing yang berkembang di kawasan itu.
Foto: AP Photo/Vincent Thian
Seorang staf keamanan berjalan di depan logo ASEAN di sebuah hotel tempat Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-55 (AMM ke-55) berlangsung di Phnom Penh, Kamboja, Selasa, 2 Agustus 2022. Para menteri luar negeri Asia Tenggara berkumpul di gedung Ibukota Kamboja untuk pertemuan-pertemuan yang membahas kekerasan yang terus berlanjut di Myanmar dan isu-isu lainnya, bergabung dengan para diplomat tinggi dari Amerika Serikat, China, Rusia dan kekuatan dunia lainnya di tengah ketegangan atas invasi ke Ukraina dan kekhawatiran atas ambisi Beijing yang berkembang di kawasan itu.

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Krisis Myanmar menjadi salah satu isu yang dibahas dalam 55th ASEAN Ministerial Meeting yang digelar di Phnom Penh, Kamboja, Selasa (2/8/2022). Pemulihan pascapandemi dan keamanan regional turut menjadi isu yang bakal didiskusikan dalam pertemuan tersebut.

Myanmar tidak mengutus delegasi ke pertemuan tersebut. Hal itu karena Kamboja selaku ketua ASEAN tahun ini telah melarang partisipasi menlu junta Myanmar dalam pertemuan. Tak adanya kemajuan signifikan dalam pelaksanaan lima poin konsensus melatari keputusan yang diambil Kamboja. Langkah Kamboja berpegang pada ketiadaan kesepakatan di antara negara anggota ASEAN untuk mengundang perwakilan junta Myanmar.

Baca Juga

Lima poin konsensus merupakan bentuk upaya ASEAN untuk mengatasi krisis Myanmar pascakudeta yang dilakukan militer pada 1 Februari 2021. Negara tersebut diguncang gelombang demonstrasi menentang langkah militer mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan sipil. Militer Myanmar merespons aksi unjuk rasa tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari 2.100 orang dilaporkan tewas dan hampir 15 ribu lainnya ditangkap selama demonstrasi digelar. 

Dalam lima poin konsensus, ASEAN menyerukan agar aksi kekerasan di Myanmar segera diakhiri dan para pihak menahan diri sepenuhnya. Myanmar pun diminta segera memulai dialog konstruktif guna menemukan solusi damai. Selanjutnya utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. ASEAN pun akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi ASEAN bakal mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.

Bulan lalu, junta Myanmar mengumumkan bahwa mereka telah mengeksekusi mati empat aktivis demokrasi di negara tersebut. Keempatnya dituduh terlibat dalam aktivitas terorisme. Komunitas internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB, mengutuk tindakan tersebut. Menjelang pertemuan di Phnom Penh, Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, ASEAN harus mempertimbangkan untuk membatalkan atau merevisi lima poin konsensus.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement