Sabtu 06 Aug 2022 20:41 WIB

Rumah Sehat untuk Semua: Jawaban Atas Kemiskinan Kota?

Rumah Sehat ini ikhtiar memberikan layanan kesehatan gratis bagi kaum dhuafa.

Pejalan kaki melintas di depan Rumah Sehat Untuk Jakarta (RSUD) Tarakan, Cideng, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti istilah rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta dan akan menerapkan pada 31 rumah sakit milik pemerintah yang ada di Ibukota untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap rumah sakit.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pejalan kaki melintas di depan Rumah Sehat Untuk Jakarta (RSUD) Tarakan, Cideng, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti istilah rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta dan akan menerapkan pada 31 rumah sakit milik pemerintah yang ada di Ibukota untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haryo Mojopahit, Kepala Disaster Management Center, Dompet Dhuafa

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, resmi mengumumkan penggantian istilah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta pada 3 Agustus 2022. Perubahan istilah ini dilakukan untuk, “...benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup yang sehat, bukan sekadar berorientasi untuk sembuh dari sakit.”  Menurutnya, selama ini rumah sakit di Indonesia lebih berorientasi pada kuratif dan rehabilitatif. “Sehingga (orang) datang ke rumah sakit untuk sembuh, untuk sembuh itu harus sakit dulu sehingga tempat ini menjadi tempat orang sakit."

Penggantian ini dituangkan dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 462 tahun 2022 yang ditandatangani pada 16 Juli 2022. Penggantian istilah Rumah Sehat ini merupakan kelanjutan dari upaya untuk menunjukkan layanan kesehatan sekunder yang juga memiliki aspek promotif, preventif, dan inklusif. Terutama untuk golongan miskin dan disabilitas. Rumah Sehat diharapkan tidak hanya fokus di aspek kuratif dan rehabilitatif saja.   

Rumah Sehat dan Semangat Kemerdekaan

Penggunaan istilah “Rumah Sakit” diwarisi dari masa kolonialisme Belanda. Saat itu Pemerintah Hindia Belanda memakai istilah Ziekenhuis dari kata “sakit” atau “orang sakit” (zieken) dan “rumah” (huis). Misalnya, Koningin Emma Ziekenhuis (Rumah Sakit Ratu Emma) sebagai RS pertama di Batavia yang sekarang menjadi RS PGI Cikini atau Centraal Burgerlijke Ziekenhuis yang kemudian berganti nama menjadi RS Cipto Mangunkusumo. Senada dengan Bahasa Belanda, bahasa Jerman juga menggunakan istilah Krankenhaus yang juga bermakna literal “Rumah Sakit”.

Setelah kemerdekaan, istilah ziekenhuis ini diterjemahkan secara literal ke dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Sakit dan digunakan dalam Undang-Undang (UU) No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU tersebut dikatakan, “Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.” Penggunaan istilah ini juga pada akhirnya “diwajibkan” dipakai di seluruh rumah sakit, sebagaimana diterapkan di Rumah Sakit (RS) Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa di Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Perubahan istilah ini perlu disambut baik di bulan kemerdekaan ini karena secara perlahan istilah “Rumah Sakit” yang bernuansa kolonial telah ditinggalkan dan berganti menjadi “Rumah Sehat”. Semangat penggunaan istilah Indonesia-sentris ini perlu diapresiasi untuk lepas dari “penjajahan” bahasa asing sebagai warisan kolonialisme yang masih tersisa.

Selain itu, menjadikan Rumah Sehat perlu bersinergi dengan fasilitas layanan kesehatan primer yang juga melakukan aspek preventif dan promotif. Rumah Sehat juga perlu menjadi lebih inklusif agar semua golongan masyarakat dapat mengakses layanan kesehatannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement