Selasa 09 Aug 2022 17:59 WIB

Kementan: Diversifikasi Harus Dilakukan Antisipasi Krisis Pangan

Jika tak ada diversifikasi pangan pokok, lama-lama Indonesia akan kesulitan.

Pekerja memanen tanaman sorgum, di Desa Klatakan, Kendit, Situbondo, Jawa Timur. Kementerian Pertanian menyebutkan, diversifikasi pangan yang dikonsumsi masyarakat harus dilakukan sebagai upaya antisipasi ancaman krisis pangan. Terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun.
Foto: ANTARA FOTO/Seno
Pekerja memanen tanaman sorgum, di Desa Klatakan, Kendit, Situbondo, Jawa Timur. Kementerian Pertanian menyebutkan, diversifikasi pangan yang dikonsumsi masyarakat harus dilakukan sebagai upaya antisipasi ancaman krisis pangan. Terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian menyebutkan, diversifikasi pangan yang dikonsumsi masyarakat harus dilakukan sebagai upaya antisipasi ancaman krisis pangan. Terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun.

Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab dalam diskusi bertajuk "Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global" yang diselenggarakan Pataka secara daring dipantau di Jakarta, Selasa (9/8/2022), mengatakan, menjaga produksi pangan dalam negeri tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan penduduk yang terus bertumbuh setiap tahun.

Baca Juga

"Tidak cukup hanya dengan menjaga produksi, jika tidak ada diversifikasi pangan pokok, dengan peningkatan jumlah penduduk 1,49 persen setiap tahun, lama-lama kita akan kesulitan," kata Ismail.

Ditambah lagi, kata dia, lahan pertanian Indonesia mengalami penyusutan dengan berkurangnya lahan subur di Pulau Jawa yang berubah fungsi menjadi infrastruktur nonpertanian. Menurut Ismail, konsumsi beras per kapita harus lebih rendah dan berganti dengan pangan pokok alternatif yang juga melimpah di Indonesia dan memiliki kandungan gizi tinggi seperti singkong, sagu, maupun sorgum.

Ismail mengatakan alternatif pangan masyarakat Indonesia selain beras adalah pangan yang bersumber dari gandum seperti mie maupun roti. Padahal, gandum Indonesia dipenuhi dari impor lantaran tanah yang kurang cocok untuk ditanami gandum.

Harga gandum dunia saat ini melonjak hingga tiga kali lipat akibat produsen gandum terbesar dunia yaitu Ukraina mengalami konflik geopolitik dengan Rusia. Selain itu, negara produsen gandum lainnya mulai membatasi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

"Gandum sendiri di kita tidak terlalu cocok, sehingga coba subtitusi dengan singkong, sagu, dan sorgum. Sorgum satu famili dengan gandum, dan lebih sehat dari gandum," kata Ismail.

Dia menjelaskan, sorgum tidak memiliki kandungan gluten seperti pada gandum. Oleh karena itu sorgum kurang cocok untuk dijadikan roti karena tidak ada kandungan gluten yang membuat roti mengembang.

Namun demikian saat ini produsen makanan mulai mempromosikan produk pangan sehat tanpa kandungan gluten. Oleh karena itu sorgum sangat cocok untuk dijadikan produk pangan sehat tanpa gluten guna menggantikan produk olahan dari gandum.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement