Rabu 17 Aug 2022 15:57 WIB

Korut Dilaporkan Luncurkan Dua Rudal Jelajah

Korut tak melakukan uji coba rudal selama dua bulan terakhir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Layar TV yang menampilkan program berita yang melaporkan peluncuran rudal Korea Utara dengan file gambar, terlihat di Stasiun Kereta Api Seoul di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 17 Agustus 2022. Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan pada hari Rabu bahwa pemerintahnya tidak memiliki berencana untuk mengejar penangkal nuklirnya sendiri dalam menghadapi peningkatan kemampuan senjata nuklir Korea Utara, bahkan ketika Korea Utara menembakkan dua rudal jelajah yang dicurigai ke arah laut dalam tampilan terbaru dari persenjataan yang berkembang.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Layar TV yang menampilkan program berita yang melaporkan peluncuran rudal Korea Utara dengan file gambar, terlihat di Stasiun Kereta Api Seoul di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 17 Agustus 2022. Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan pada hari Rabu bahwa pemerintahnya tidak memiliki berencana untuk mengejar penangkal nuklirnya sendiri dalam menghadapi peningkatan kemampuan senjata nuklir Korea Utara, bahkan ketika Korea Utara menembakkan dua rudal jelajah yang dicurigai ke arah laut dalam tampilan terbaru dari persenjataan yang berkembang.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) dilaporkan telah meluncurkan dua rudal jelajah dari pantai barat Onchon, Rabu (17/8/2022) pagi waktu setempat. Pyongyang tak melakukan uji coba rudal selama dua bulan terakhir.

Seorang sumber di badan militer Korea Selatan (Korsel) mengungkapkan, saat ini negaranya dan Amerika Serikat (AS) sedang menganalisis rincian peluncuran rudal rudal Korut tersebut. Peluncuran itu dilakukan sehari setelah Seoul dan Washington memulai empat hari latihan militer gabungan awal sebagai persiapan untuk menggelar latihan bertajuk Ulchi Freedom Shield.

Baca Juga

Latihan Ulchi Freedom Shield bakal berlangsung pada 22 Agustus hingga 1 September mendatang. AS dan Korsel telah mengurangi latihan militer gabungan dalam beberapa tahun terakhir akibat pandemi Covid-19. Pengurangan intensitas latihan juga dimaksudkan mereduksi ketegangan dengan Korut. Sebab Pyongyang menuduh latihan Korsel-AS sebagai simulasi untuk invasi.

Sementara itu, Presiden Korsel Yoon Suk-yeol mengatakan, pemerintahannya tak dapat memberikan jaminan keamanan bagi Korut. Dia mengaku enggan mengubah status quo di Semenanjung Korea diubah secara paksa.

“Menjamin keamanan rezim (Korut) bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh pemerintah Republik Korea. Tetapi baik saya maupun pemerintah Republik Korea tidak menginginkan status quo diubah secara tidak masuk akal atau dengan paksaan di Korut,” kata Yoon dalam pidato peringatan 100 hari masa jabatannya, Rabu, dilaporkan kantor berita Korsel, Yonhap.

Sebelumnya Yoon menyampaikan, pemerintahannya siap memberikan bantuan ekonomi kepada Korut. Namun negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut harus terlebih dulu menghentikan aktivitas pengembangan nuklirnya.

Yoon mengungkapkan, denuklirisasi Korut sangat esensial bagi perdamaian berkelanjutan di Semenanjung Korea, Asia Timur Laut, dan dunia. "Inisiatif berani yang saya bayangkan akan secara signifikan meningkatkan ekonomi Korut dan mata pencaharian rakyatnya secara bertahap jika Korut menghentikan pengembangan program nuklirnya serta memulai proses denuklirisasi yang sungguh-sungguh dan substantif," kata Yoon dalam pidato peringatan 77 tahun pembebasan Korea dari penjajahan Jepang, Senin (15/8/2022) lalu.

Yoon menyampaikan bahwa pemerintahannya tak segan membantu perekonomian Korut jika denuklirisasi dilakukan. "Kami akan menerapkan program pangan skala besar, memberikan bantuan untuk pembangkit listrik, infrastruktur transmisi dan distribusi, serta melaksanakan proyek untuk memodernisasi pelabuhan dan bandara untuk perdagangan internasional," ucapnya.

Dia juga menawarkan untuk membantu meningkatkan produktivitas pertanian Korut, memodernisasi rumah sakit dan infrastruktur medisnya, serta mengimplementasikan prakarsa investasi dan dukungan keuangan internasional. Korsel dan Korut terlibat dalam peperangan pada 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata dan tanpa perjanjian damai. Jadi secara teknis, saat ini kedua negara masih dalam kondisi berperang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement