Sabtu 20 Aug 2022 21:32 WIB

Soal Kenaikan Harga Pertalite, Ini Tanggapan Wapres Maruf Amin

Saat ini subsidi BBM yang harus ditanggung negara sudah melebihi Rp 500 triliun.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nidia Zuraya
Wapres RI, Maruf Amin
Foto: Satwapres
Wapres RI, Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin merespon soal rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar pada pekan depan. Ma'ruf mengatakan, rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan.

"Ini yang masih terus difikirkan, jadi masih dalam penggodokan. Masih dalam pembahasan, apakah akan dinaikkan apa tidak," kata Wapres Ma'ruf dikutip dari keterangan yang dibagikan Sekretariat Wakil Presiden, Sabtu (20/8/2022).

Baca Juga

Ma'ruf menjelaskan, saat ini subsidi negara  terhadap harga BBM sangat besar yakni lebih dari 500 Triliun dari APBN. Karena itu, salah satu upaya untuk memastikan APBN sustain atau berkelanjutan, salah satunya dengan menaikkan harga BBM.

"Itu kan ada beban subsidi negara kan besar sekali. Subsidi kita itu lebih dari 500 triliun. Nah jadi kalau ada kenaikan-kenaikan lagi, ini memang bagaimana kita supaya subsidi ini bisa sustain, bisa terus berlanjut," katanya.

Karena itu, pemerintah saat ini terus mengkaji apakah APBN memungkinkan untuk terus menopang besaran subdisi tersebut.

"Tapi bagaimana ini berjalan dengan baik. Jadi APBN kita bisa menopang, tetapi juga tidak kemudian kita sampai tidak mampu memberikan subsidi. Dan ini sudah ditetapkan sampai tahun 2023,"  katanya.

Sebelumnya, Pemerintah akan mengumumkan keputusan jadi atau tidaknya kenaikan harga jual BBM jenis Pertalite secara langsung oleh Presiden Joko Widodo pekan depan. Ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Pekan depan, Presiden yang akan umumkan tentang apa dan bagaimana kenaikan harga BBM," ujar Luhut, Jumat (19/8/2022).

Luhut menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia dan konsumsi Pertalite yang kian meningkat membuat tekanan terhadap APBN. Ia mengatakan, jumlah subsidi dan kompensasi energi sudah mencapai Rp 502 triliun.

Menurut dia, Presiden sudah mengindikasikan bahwa negara tidak mampu mempertahankan terus jumlah subsidi yang sebesar itu. "BBM kita juga harganya termurah di kawasan dan itu beban buat APBN kita. Kita harus siap-siap karena beban subsidi sudah Rp 502 triliun," kata Luhut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement