Senin 22 Aug 2022 16:23 WIB

Santuni Anak Yatim, Apakah Harus dengan Memberi Uang?

Menyantuni anak yatim adalah salah satu perbuatan yang dianjurkan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Ratusan anak yatim mengikuti buka puasa bersama. (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ratusan anak yatim mengikuti buka puasa bersama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyantuni anak yatim adalah salah satu perbuatan yang dianjurkan dalam syariat Islam. Namun apakah menyantuni anak yatim harus dengan memberikan uang? Ataukah ada cara lain?

Guru Besar Fikih pada Universitas Al-Quds Palestina, Dr Hussam Al Din bin Musa Afana menjelaskan, menyantuni anak yatim memang merupakan bentuk kebaikan terbesar yang dianjurkan oleh syariat Islam.

Baca Juga

Dengan menyantuni anak yatim, maka persaudaraan sesama Muslim menjadi nyata karena telah diimplementasikan. Namun, pada prinsipnya, menyantuni anak yatim tidak hanya soal finansial, misalnya dengan memberi mereka uang.

Maksud dari menyantuni anak yatim, adalah mengurusi berbagai kebutuhan anak yatim. Misalnya membantu sisi pendidikan, membimbing mereka, menasihati mereka, dan memenuhi berbagai kebutuhan mereka baik dalam aspek pangan, sandang, kesehatan, dan sebagainya.

 

Dalam Alquran disebutkan, "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (QS Al Baqarah ayat 215)

Rasulullah SAW bersabda, "Aku dan orang yang memelihara anak yatim itu akan masuk surga seperti ini,". Nabi memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggang keduanya. (HR Bukhari)

Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab syarah Shahih Bukhari, Fathul Baari, menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa derajat antara Nabi Muhammad SAW dan orang yang menyantuni anak yatim, jaraknya seperti antara jari telunjuk dan jari tengah.

Ibnu Battal juga menyampaikan, orang yang mengetahui hadits tersebut, memiliki hak untuk mengamalkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW itu. Sebab dengan begitu, seorang Muslim yang mengamalkannya akan berada dekat dengan Nabi SAW di surga kelak dan menjadi sahabat beliau SAW.

"Dan tidak yang lebih baik dari itu kecuali (menjadi sahabat Nabi SAW) di akhirat," demikian penjelasan Ibnu Battal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement