Ahad 04 Sep 2022 13:42 WIB

Badan Pangan Bakal Ubah Pengelolaan Cadangan Beras di Bulog

Nantinya, pengelolaan cadangan beras akan menggunakan sistem dynamic stock.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja mengangkut beras di gudang Bulog  (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Pekerja mengangkut beras di gudang Bulog (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) bakal mengubah sistem pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang selama ini dikelola oleh Bulog. Nantinya, pengelolaan cadangan beras akan menggunakan sistem dynamic stock untuk meminimalisasi penumpukan pasokan dalam waktu lama yang berujung pada kerusakan beras.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, mengatakan, melalui pola dynamic stock, pemerintah akan mengatur periode pemasukan dan pengeluaran cadangan beras yang dikelola oleh Bulog.

Baca Juga

"Ini akan mengurangi pangan yang turun mutu, karena itu akan merugikan APBN kita, sehingga nantinya kita akan menetapkan berapa jumlah cadangan pangan pemerintah," kata Ketut, akhir pekan ini.

Ia mengatakan, cadangan beras idealnya wajib dikeluarkan maksimal empat hingga lima bulan sekali sehingga dapat meminimalisasi potensi kerusakan beras di gudang. Diketahui, persoalan penurunan mutu beras kerap dialami Bulog lantaran harus terus menyerap gabah atau beras sebagai pasokan cadangan namun tidak memiliki kepastian pasar. Situasi itu terus berlangsung pasca Bulog tak lagi menjadi penyalur tunggal bantuan beras Rastra untuk masyarakat kurang mampu.

Padahal, Bulog harus menjaga volume CBP di gudang pada level 1 hingga 1,5 juta ton per bulan. Terhadap penurunan mutu beras yang tak lagi layak dikonsumsi mau tak mau dilakukan disposal atau pelepasan beras. Namun dijual dengan harga rendah karena tidak lagi diperuntukkan sebagai beras untuk konsumsi.

Ketut pun menjelaskan, demi memperlancar arus keluar-masuk beras, pemerintah harus menyiapkan pasar untuk CBP itu sendiri. Salah satunya, CBP akan dijual kepada para pegawai negeri sipil setelah kebutuhan untuk bantuan sosial dan lainnya terpenuhi.

"Sehingga, kita bisa meyakinkan serapan beras oleh Bulog sebagai cadangan pangan bisa kita gunakan untuk hal-hal yang sudah diatur. Itu akan membuat pengelolaa beras kita akan lebih baik," ujarnya.

Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, dalam kesempatan berbeda, menuturkan Bulog pernah melakukan disposal beras pada 2019 lalu sebanyak 20 ribu ton. Beras tersebut alhasil dilelang untuk kebutuhan non konsumsi.

Ia menuturkan, saat itu, harga lelang tertinggi senilai Rp 30,1 miliar, jauh lebih rendah dari harga seharusnya sesuai audit BPK sebesar Rp 215,9 miliar. Akibatnya, pemerintah pun harus membayar selisih harga beras tersebut senilai Rp 185 miliar kepada Bulog.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement