Senin 05 Sep 2022 17:45 WIB

Prof Amany Lubis: Ulama Perempuan Diakui di Ranah Publik

Prof Amany melihat wawasan keagamaan ulama perempuan saat ini sudah jauh lebih baik.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof  Dr  Amany Lubis MA. Prof Amany Lubis: Ulama Perempuan Diakui di Ranah Publik
Foto: Dok IKALUIN Syarif Hidayatullah
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Amany Lubis MA. Prof Amany Lubis: Ulama Perempuan Diakui di Ranah Publik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amany Lubis menyambut positif akan digelarnya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II. Dia mengatakan, definisi ulama kini tidak terbatas pada laki-laki, tetapi juga perempuan yang telah menimba ilmu ajaran agama, mengkajinya, dan memiliki nalar religi yang aktif serta bisa diwujudkan di tengah masyarakat.

"Adanya pengakuan ulama perempuan berarti kita mengakui keberadaannya di ranah publik. Karena ulama perempuan menyampaikan pandangan agamanya kepada masyarakat, jamaahnya, atau penggemarnya jika melalui youtube, maupun kepada komunitasnya melalui jalur elektronik atau non-elektronik, yang membantu perempuan memperlihatkan kiprahnya," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (5/9).

Baca Juga

Amany melihat wawasan keagamaan ulama perempuan saat ini sudah jauh lebih baik ketimbang zaman dulu. Mereka diterima di tengah masyarakat dan menjadi tokoh yang bisa menggabungkan sisi ajaran spiritual dan kebutuhan praktis di dalam kehidupan. Bahkan ulama perempuan mampu menggalang suara moderat yang lebih fleksibel sehingga lebih diterima oleh semua kalangan masyarakat.

 

"Ulama laki-laki juga dapat melakukan itu, tetapi ulama perempuan dengan karakteristik kejiwaan dan alam pikirannya yang mengedepankan kebersamaan, melindungi, dan mengayomi, mereka didengar pandangannya dan diterima," tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) itu.

MUI, lanjut Amany, juga mendidik kader ulama bukan hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Mereka siap memperdalam bidang-bidang keulamaan dan mengarungi dunia fatwa serta dunia dakwah yang lebih komprehensif.

Menurut Amany, kini keberadaan ulama perempuan lebih masif. Suara-suara ulama perempuan kian terdengar karena tidak lepas dari adanya sistem pendidikan yang lebih inklusif dan kesadaran terhadap keadilan gender di tengah masyarakat.

"Tidak mempermasalahkan keberadaan perempuan di ranah publik dan dalam kajian-kajian keagamaan. Dan juga pemerintah memberi kesempatan terbuka kepada perempuan baik di ranah politik, hukum dan bidang lainnya," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement