Selasa 06 Sep 2022 23:23 WIB

Meski BBM Naik, Pemerintah Yakin Bisa Tekan Angka Kemiskinan

BKF yakin ada peluang angka kemiskinan turun lewat pemberian bansos

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada warga di kawasan Pesapen, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/9/2022). PT Pos Indonesia (Persero) bersama Dinas Sosial Kota Surabaya membagikan BLT BBM dari Kementerian Sosial secara bertahap kepada 71.906 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Surabaya dengan nilai Rp150 ribu per bulan per KPM.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Petugas menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada warga di kawasan Pesapen, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/9/2022). PT Pos Indonesia (Persero) bersama Dinas Sosial Kota Surabaya membagikan BLT BBM dari Kementerian Sosial secara bertahap kepada 71.906 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Surabaya dengan nilai Rp150 ribu per bulan per KPM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini pengalihan subsidi BBM ke berbagai program bantuan sosial (bansos) bisa membantu masyarakat miskin menghadapi dampak kenaikan harga bahan bakar dan komoditas lainnya. Bahkan, pemerintah percaya diri bisa menekan angka kemiskinan lewat program bansos itu.

"Ada peluang angka kemiskinan turun karena kita memberikan bantalan (bansos) lebih besar dari pada beban yang harus ditanggung masyarakat, khususnya masyarakat 40 persen terbawah," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam diskusi daring FMB9, Selasa (6/9).

Febrio menjelaskan, kenaikan harga BBM jenis pertalite dan solar menambah biaya hidup masyarakat secara akumulatif sekitar Rp 50 triliun hingga akhir tahun ini. Kendati demikian, beban tambahan itu mayoritas ditanggung oleh masyarakat kelas menengah hingga kaya, yakni Rp 42 triliun. Sedangkan 40 persen masyarakat termiskin menanggung beban tambahan Rp 8 triliun.

Beban tambahan masyarakat miskin sebesar Rp 8 triliun itu, lanjut dia, ditambal pemerintah lewat program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah mengalokasikan dana Rp 12,4 triliun untuk program BLT, jauh lebih besar dibanding beban kenaikan BBM yang ditanggung masyarakat miskin.

"BLT Rp 12,4 triliun ini langsung menyasar 40 persen masyarakat terbawah. Jadi, jumlahnya lebih besar dari pada beban Rp 8 triliun," ujarnya.

Selain itu, kata dia, terdapat pula program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang akan turut dinikmati sebagian masyarakat dari kelompok 40 persen termiskin. Sebab, sebagian dari mereka juga bekerja dan masuk kriteria penerima.

Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan dana Rp 9,6 triliun untuk program BSU, yang akan dibagikan kepada 16 juta pekerja.

Febrio menyebut, berbagai program bansos itu lah yang membuat pemerintah yakin bisa membantu masyarakat miskin terlepas dari beban kenaikan harga, dan bahkan bisa menekan angka kemiskinan. "Pemerintah yakin bahwa bantuan yang kita desain ini akan bisa menahan beban yang ditanggung masyarakat, khususnya miskin dan rentan miskin," katanya.

Menurutnya, keyakinan pemerintah bisa menekan angka kemiskinan juga berkaca dari keberhasilan program bansos pada tahun-tahun sebelumnya. Saat pandemi mendera Tanah Air pada 2020 dan 2021, pemerintah menggelontorkan dana ratusan triliunan rupiah untuk berbagai program bansos. "Hasilnya, angka kemiskinan kita dari tahun 2020 ke 2021 turun. Tidak hanya itu, tingkat pengangguran kita dari 2021 ke sekarang 2022 juga turun," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement