Kamis 08 Sep 2022 16:40 WIB

Buruh Sebut Bansos tak Tutupi Kekecewaan Naiknya BBM

Bansos dinilai tidak mampu menyangga daya beli masyarakat.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Yogyakarta, Rabu (7/9/2022). Dalam unjuk rasa itu mereka menolak kenaikan harga BBM dan menuntut pemerintah memaksimalkan APBN untuk subsidi BBM.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Yogyakarta, Rabu (7/9/2022). Dalam unjuk rasa itu mereka menolak kenaikan harga BBM dan menuntut pemerintah memaksimalkan APBN untuk subsidi BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gabungan serikat buruh DIY menyampaikan kekecewaannya menyusul naiknya harga BBM. Bahkan, bantuan sosial (bansos) dinilai tidak dapat menutupi kekecewaan terhadap naiknya harga BBM.

Pemerintah pusat mengalihkan anggaran subsidi BBM untuk tambahan bansos sebesar Rp 24,17 triliun. Bansos tersebut diwujudkan dalam tiga bentuk, pertama berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 150 ribu untuk 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat.

BLT dibayarkan selama empat bulan. Kedua yakni berupa subsidi upah sebesar Rp 600 ribu per bulan yang diberikan kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta.

Ketiga, subsidi transportasi yang anggarannya diambilkan dari pemerintah daerah sebesar dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Sekretaris DPC (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) KSPSI Kota Yogyakarta, Denta Julian mengatakan, bansos itu tidak akan mencukupi kebutuhan masyarakat. Pasalnya, sejumlah harga bahan pokok juga merangkak naik menyusul kenaikan harga BBM ini.

"Nominalnya terlalu kecil, hanya Rp 150 ribu dikalikan empat bulan. Apakah ada jaminan setelah empat bulan bantuan ini diberikan, akan ada penurunan harga BBM, itu tidak (ada jaminan)," kata Denta.

Kenaikan BBM ini juga mengakibatkan semakin turunnya daya beli masyarakat. Terlebih, upah minimum provinsi (UMP) DIY juga masih belum mencukupi kebutuhan hidup layak (KHL) buruh.

"Sehingga, jelas (bansos) tidak mampu menyangga daya beli masyarakat," ujarnya. Ia pun berharap agar Pemda DIY mengeluarkan kebijakan lain untuk mengatasi dampak kenaikan BBM ini.

Menurutnya, dana yang diambil sebesar dua persen dari DAU tersebut juga tidak akan mencukupi bagi masyarakat yang terdampak akibat kenaikan BBM.

"Kita juga akan menuntut langkah konkret apa yang akan dilakukan Pemda DIY selain mereka akan membagikan BST yang hanya dua persen dari DTU. Triwulan keempat ini yang itu nominalnya atau bahkan jumlahnya tidak mencukupi dari masyarakat yang terdampak di DIY oleh kenaikan harga BBM ini," lanjutnya.

Sementara itu, anggota KSPSI DIY, Kirnadi, juga menyebut bansos yang akan diberikan masih jauh dari dampak yang ditimbulkan akibat kenaikan BBM. Sementara, katanya, tidak ada kenaikan upah yang diterima buruh menyusul naiknya harga BBM tersebut.

"Bansos bagi pekerja, itu saya kira sangat jauh dari kenaikan atau inflasi yang kami alami. Dengan inflasi seperti itu, kami tetap dituntut bekerja maksimal delapan jam di pabrik, itu tidak ada perubahan (upah)," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement