Senin 12 Sep 2022 18:50 WIB

Pemilik Restoran Tampilkan Biaya Listrik dan Gas kepada Pelanggan di Italia

Pemilik restoran mengeluhkan kenaikan biaya energi hingga 300 persen.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah warga menikmati minuman hangat pada salah satu kafe di Roma, Italia, Senin (26/4). Pemilik bar dan restoran di seluruh Italia telah memutuskan untuk berbagi rasa sakit dengan pelanggan mereka. Para pemilik kedai memamerkan tagihan gas dan listrik yang meroket.
Foto: AP/Gregorio Borgia
Sejumlah warga menikmati minuman hangat pada salah satu kafe di Roma, Italia, Senin (26/4). Pemilik bar dan restoran di seluruh Italia telah memutuskan untuk berbagi rasa sakit dengan pelanggan mereka. Para pemilik kedai memamerkan tagihan gas dan listrik yang meroket.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Berjuang untuk mengatasi harga energi yang melonjak, pemilik bar dan restoran di seluruh Italia telah memutuskan untuk berbagi rasa sakit dengan pelanggan mereka. Para pemilik kedai memamerkan tagihan gas dan listrik yang meroket.

Inisiatif nasional “Bollette in Vetrina” atau tampilan tagihan itu diluncurkan oleh asosiasi bisnis ritel dan katering Italia Fipe-Confcommercio. Dikutip Anadolu Agency, gerakan ini bertujuan membuat pelanggan sadar akan kenyataan suram bahwa tagihan energi meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu .

Baca Juga

Kerugian besar dari krisis energi yang sedang berlangsung memaksa pengecer kecil dan menengah untuk memilih antara memaksakan kenaikan harga pada pelanggan atau menutup usahanya. "Inisiatif ini bertujuan untuk membuat transparan apa yang terjadi hari ini kepada mereka yang mengelola bar atau restoran dalam upaya untuk menjelaskan kepada pelanggan mengapa mereka membayar lebih sedikit untuk kopi, dengan risiko peningkatan lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang,” kata wakil presiden Fipe-Confcommercio Aldo Cursano.

"Dengan kenaikan biaya energi hingga 300 persen, kami bekerja dengan ancaman," katanya.

Pemilik bar dan restoran kini berharap agar teriakan minta tolong mereka didengar oleh pemerintah sebelum terlambat. “Seperti yang Anda lihat dari angka, pada Juli, tagihan kami tiga kali lipat. Kami telah beralih dari tagihan bulanan 2,300 euro menjadi 6,900 euro,” kata Giorgio Catalano yang merupakan manajer Il Piccolo Diavolo, sebuah bar di pusat kota Roma.

Diavolo menunjuk ke tagihan membengkak yang ditampilkan tepat di depan konter bar dengan kotak merah bertuliskan "kegelapan" untuk Agustus, karena tagihan diperkirakan akan meningkat lebih jauh. “Trennya masih meningkat, dan sekarang kita menghadapi bulan-bulan musim gugur dan musim dingin, yang berarti lebih sedikit cahaya, lebih sedikit sinar matahari, dan kebutuhan untuk menyalakan lampu lebih lama,” katanya menilai situasi itu tidak mungkin untuk dikelola.

Menurut Catalano, jika tren ini berlanjut, dia perlu memangkas jam kerja pekerja yang berarti akan memangkas pendapatan. "Namun bahkan dalam kasus itu, kami hanya akan bertahan dua atau tiga bulan. Mustahil untuk berpikir menjalankan bar sepanjang musim atau satu tahun dengan biaya ini," katanya.

Dalam protes simbolis terhadap lonjakan harga energi, pada suatu malam di akhir Agustus, Catalano memutuskan untuk mematikan lampu selama setengah jam di barnya. Dia melayani pelanggan hanya dengan menyalakan lilin.

"Itu adalah cara untuk mengekspresikan kekhawatiran kami dan membaginya dengan pelanggan kami,” ujar Catalon.

Menurut Fipe-Confcommercio, sekitar 120 ribu bisnis di sektor jasa berisiko tutup dalam enam bulan pertama 2023. Kondisi ini terkubur oleh inflasi dan biaya energi yang tidak berkelanjutan, dengan sekitar 370 ribu pekerjaan dipertaruhkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement