Kamis 15 Sep 2022 10:44 WIB

Warga Palestina Ajukan Perubahan Nama Jalan

Perubahan nama jalan ini diajukan oleh pemerintah Kota Galilea timur.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang tentara Israel berdiri di jalan perimeter di kota Metula di sisi Israel perbatasan Lebanon-Israel, dekat desa Lebanon selatan Kfar Kila, Lebanon, Minggu, 29 Mei 2022. Kementerian Dalam Negeri Israel telah belum memberikan persetujuan atas permintaan warga Palestina Israel yang berbasis di Eilabun, dekat perbatasan Lebanon, untuk mengganti nama jalan mereka menjadi
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Seorang tentara Israel berdiri di jalan perimeter di kota Metula di sisi Israel perbatasan Lebanon-Israel, dekat desa Lebanon selatan Kfar Kila, Lebanon, Minggu, 29 Mei 2022. Kementerian Dalam Negeri Israel telah belum memberikan persetujuan atas permintaan warga Palestina Israel yang berbasis di Eilabun, dekat perbatasan Lebanon, untuk mengganti nama jalan mereka menjadi "Mahmoud Darwish", "Hashivah", dan "Gamal Abdel Nasser".

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kementerian Dalam Negeri Israel telah belum memberikan persetujuan atas permintaan warga Palestina Israel yang berbasis di Eilabun, dekat perbatasan Lebanon, untuk mengganti nama jalan mereka menjadi "Mahmoud Darwish", "Hashivah", dan "Gamal Abdel Nasser". Perubahan nama jalan ini diajukan oleh pemerintah Kota Galilea timur.

Perubahan nama jalan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari komite penamaan di Kementerian Dalam Negeri. Namun permintaan perubahan nama itu masih ditolak oleh pemerintah Israel tanpa alasan yang jelas. 

Baca Juga

Wali Kota Galilea, Samir Abu Zayed, mengatakan, Mahmoud Darwish adalah seorang penyair Arab yang puisinya diajarkan di beberapa sekolah dengan persetujuan Kementerian Pendidikan. Menurutnya, sekolah-sekolah Yahudi juga belajar puisi yang identik dengan budaya mereka. Bahkan mereka mengabadikan nama penyair Yahudi menjadi nama jalan.

"Ini seperti di sekolah-sekolah Yahudi mereka belajar puisi yang identik dengan budaya Yahudi dan memiliki jalan-jalan yang dinamai penyair Yahudi," ujarnya dilansir Middle East Monitor, Kamis (15/9/2022). 

Abu Zayed mengatakan, penolakan perubahan nama jalan itu merupakan pelanggaran kebebasan berekspresi dan hak-hak demokrasi kota Arab. Dia berpendapat, komunitas Arab memiliki hak yang sama untuk mengabadikan nama penyair Arab dengan tujuan melestarikan sejarah dan budaya.

"Adalah hak saya, di komunitas saya, untuk memberi nama jalan yang sesuai dengan budaya dan sejarah kita dan ini adalah keputusan yang berangkat dari prasangka," kata Abu Zayed.

Direktur jenderal dewan lokal, Ikram Sror, mengatakan kepada Haaretz, nama "Hashivah" ditolak karena kurangnya pemahaman tentang konteks lokal. Dia menambahkan, nama Hashivah tidak memiliki makna terkait "hak kembali" pengungsi Palestina ke rumah tempat mereka diusir untuk membuka jalan bagi pembentukan negara Israel pada 1948. Menurutnya, kata Hashivah terkait dengan sejarah unik Eilabun. 

"Pada Oktober 1948, sebagian besar penduduk desa diasingkan ke Lebanon dan mereka dikembalikan ke sana setelah beberapa bulan dengan persetujuan pemerintah Israel saat itu," kata Sror.

Kementerian Dalam Negeri mengklaim nama-nama itu sedang diperiksa lebih lanjut. Kementerian Dalam Negeri menolak tuduhan bahwa mereka menolak pengajuan perubahan nama jalan di komunitas Arab-Israel. 

"Nama-nama ini, serta banyak nama lain dari berbagai komunitas, diteruskan untuk pemeriksaan lebih lanjut sebagai bagian dari pekerjaan reguler Kementerian Dalam Negeri.  Pemohon mengklaim bahwa Kementerian Dalam Negeri diduga menolak nama-nama itu tanpa penjelasan apa pun," ujar pernyataan Kementerian Dalam Negeri Israel. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement