Ahad 18 Sep 2022 15:03 WIB

Pascakenaikan BBM, Publik yang Nilai Ekonomi Nasional Semakin Buruk Meningkat

Mayoritas pendukung Prabowo-Sandi tidak setujui kenaikan BBM.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah mahasiswa melakukan teaterikal menggambarkan penderitaan rakyat saat aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Sejumlah mahasiswa melakukan teaterikal menggambarkan penderitaan rakyat saat aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei nasional Indikator Politik menunjukkan mayoritas masyarakat menilai kondisi perekonomian nasional saat ini buruk atau sangat buruk. Penilaian publik ini dilakukan setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memaparkan, ada 51,7 persen responden yang mengatakan kondisi ekonomi buruk/sangat buruk, dan 20,3 persen mengatakan ekonomi nasional baik atau sangat baik serta 26,7 persen mengatakan tidak ada perbedaan dibandingkan sebelumnya. "Yang mengatakan buruk memang meningkat setelah kenaikan harga BBM," ujar Burhanuddin dalam paparannya secara daring, Ahad (18/9/2022).

Baca Juga

Burhanuddin mengatakan, jumlah ini meningkat tajam dibandingkan temuan terakhir pada Agustus lalu sebanyak 39,3 persen. Dia juga mengatakan penilaian publik ini terutama karena keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM harus naik.

Hasil survei juga mendapati masyarakat yang tidak setuju kenaikan BBM semakin besar yakni 71,5 persen. Penolakan terutama dari kalangan perempuan, usia semakin muda, pendidikan menengah, pendapatan Rp 3,5 juta ke bawah, kelompok pelajar, pegawai, wiraswasta dan ibu rumah tangga, orang pedesaan, yang tidak puas atas kinerja Presiden, dan pemilih basis Prabowo-Sandi pada Pemilu 2019 yang lalu.

"Termasuk pendukung Pak Jokowi maupun Pak Prabowo tidak setuju, 63,5 persen mereka yang memilih Jokowi-Ma'ruf tidak setuju, tetapi pemilih Prabowo-Sandi lebih besar lagi yang tidak setuju 89,7 persen," ujarnya.

Survei nasional Kenaikan Harga BBM Pengalihan Subsidi BBM dan Approval Rating Presiden dilakukan di rentang 5-10 September 2022. Populasi survei adalah warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki telepon sekitar 83 persen dari total populasi nasional.

Jumlah sampel 1.215 responden dipilih melalui metode random digit dialing (RDD) atau teknik memilih sampel nomor telepon secara acak. Margin of error survei diperkirakan 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara terlatih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement